Minggu, 01 Juni 2014

Tata Cara Mandi Wajib Yang Benar Dalam Islam




~*~  Tata Cara Mandi Wajib  ~*~


Haid adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa,
maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid

Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini,
kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid
di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:

تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ

Artinya :
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya
(daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent)
kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya,
kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat
sehingga air sampai pada kulit kepalanya,
kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya,
lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi,
kemudian dia bersuci dengannya"

Maka Asma’ berkata:
“Bagaimana aku bersuci dengannya?”

Beliau bersabda:
“Maha Suci Allah”

maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’:
 “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu)”


Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid
Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:

تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ

Artinya :
“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi
kemudian bersucilah dengannya"

Wanita itu berkata:
“Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?”

Beliau bersabda:
“Maha Suci Allah bersucilah!”

Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata:
“Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas)”
(HR. Muslim: 332)


An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628):
“Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).”
Beliau berkata (1/627):
“Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi
kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya,
lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi,
hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid”
(Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).


Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata:
“Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya
pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak
Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut
kecuali dengan menguraikan jalinan rambut
maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib
tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam”
(Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah)


Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan;
minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya
sampai ke pangkal rambutnya;
dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
ringkasnya sebagai berikut:

Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya,
kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat
sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut

Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut
kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala)
Menyiramkan air ke badannya
Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya)
lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya
kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya



(***) TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:

كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ

Artinya :
“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub,
maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali
lalu menyiramkannya di atas kepalanya,
kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya
lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.”
(HR. Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)


Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub,
berdasarkan hadits berikut:

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:

قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن

Artinya :
Aku (Ummu Salamah) berkata:
“Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku,
maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?”

Beliau bersabda:
“Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.”
(HR. Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)


Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:

* Seorang wanita mengambil airnya,
kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan)

* Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali

* Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya

* Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.

* Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi


Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib,
akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan,
dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya,
maka hal itu telah mencukupinya


Wallahu A’lam bish-shawab



***
Referensi :
Diringkas dari majalah As Sunah Edisi 04/Th.IV/1420-2000
oleh Ummu ‘Athiyah
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Kamis, 27 Maret 2008
http://muslimah.or.id/fikih/tata-cara-mandi-haid-dan-mandi-junub.html
*

Rabu, 16 April 2014

Hukum Tinggal Di Negara Non-muslim




~*~  Hukum Tinggal Di Negara Non-muslim  ~*~




Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya :
"Apa hukum tinggal di negara kafir?"

Jawaban
"Tinggal di negara kafir merupakan bahaya besar terhadap agama, akhlak, moral dan adab seorang muslim
Kita -juga selain kita- telah menyaksikan banyaknya penyimpangan dari orang-orang yang tinggal di sana,
mereka kembali dengan kondisi yang tidak seperti saat mereka berangkat
Mereka kembali dalam keadaan fasik,
bahkan ada yang murtad, keluar dari agamanya dan menjadi kufur terhadap Islam dan agama-agama lainnya,
na’udzu billah... sampai-sampai mereka menentang secara mutlak
dan mengolok-olok agama dan para pemeluknya,
baik yang lebih dulu darinya maupun yang kemudian
Karena itu, hendaknya, bahkan seharusnya, mewaspadai hal itu
dan menerapkan syarat-syarat yang dapat menjaga hawa nafsu dari perusak-perusak tersebut"

Maka, tinggal di negara kafir harus memenuhi dua syarat utama:

Syarat Pertama:
Tetap memelihara diri pada agamanya,
yaitu dengan memiliki ilmu, keimanan dan kekuatan tekad yang mengokohkannya tetap pada agamanya
serta waspada terhadap penyimpangan dan penyelisihan,
dan hendaknya pula terlindungi dari permusuhan dan kebencian kaum kuffar
serta menjauhkan diri dari loyal dan mencintai mereka,
karena hal ini akan meng-gugurkan keimanannya


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Artinya :
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka"
(Qs. Al-Mujadilah: 22)


Dalam ayat lainnya disebutkan,

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-oang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani),
seraya berkata,
‘ Kami takut akan mendapat bencana.
Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya),
atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.
Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka"
(Qs. Al-Ma'idah: 51-52)


Dalam sebuah hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,
bahwa barangsiapa mencintai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka,
Artinya :
Seseorang itu bersama orang yang dicintainya. “[1]

Mencintai musuh-musuh Allah termasuk bahaya terbesar terhadap seorang muslim,
karena mencintai mereka melahirkan sikap menyamai
dan mengikuti mereka, atau minimal tidak mau mengingkari mereka,
karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
yang maksudnya bahwa barang siapa mencintai suatu kaum
maka ia termasuk golongan mereka



Syarat Kedua:
Tetap menunjukkan agamanya,
yaitu menampakkan simbol-simbol Islam tanpa ada halangan,
sehingga tidak terhalangi untuk melaksanakan shalat, shalat Jum’at
dan mengikuti berbagai perkumpulan jika ada jama ‘ah lain bersamanya yang mengikuti shalat Jum’at

Tidak terhalangi untuk menunaikan zakat, puasa, haji dan syi’ar-syi’ar lainnya
Jika tidak memungkinkan melaksanakan itu,
maka tidak boleh tetap tinggal di sana,
bahkan saat itu ia wajib hijrah (pergi dari sana)

Dalam kitab Al-Mughni (hal 457 juz 7, dalam bahasan tentang golongan manusia sehubungan dengan hijrah)
disebutkan:

Pertama;
wajib atasnya, yaitu yang mampu melaksanakannya dan tidak memungkinkan baginya menampakkan agamanya
dan tidak memungkinkan melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya
bila tetap tinggal di antara kaum kuffar
Untuk orang yang seperti ini wajib atasnya hijrah,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

Artinya :
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini.’
Mereka menjawab, ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)’
Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu
Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali"
(Qs. An-Nisa: 97)


Ini adalah ancaman keras yang menunjukkan wajib
Lagi pula, karena melaksanakan kewajiban agama hukumnya wajib atas yang mampu,
sehingga hijrah termasuk sarana dan pelengkap kewajiban
Apa pun yang menyebabkan tidak sempurnanya suatu kewajiban
kecuali dengannya, maka hal itu wajib pula

Setelah terpenuhi kedua syarat utama ini,
tinggal di negara kafir terbagi menjadi dua bagian:

Pertama:
Tinggal di sana untuk menyeru manusia kepada Islam
dan mengajak mereka untuk menyukainya

Yang demikian ini termasuk jihad, hukumnya fardhu kifayah bagi yang mampu
dengan syarat bisa melaksanakan dakwah
dan tidak ada yang menghalanginya,
karena menyeru kepada Islam termasuk kewajiban agama
dan merupakan jalannya para rasul

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah memerintahkan untuk menyampaikan apa yang berasal dari beliau di setiap masa dan tempat,
beliau bersabda,

Artinya :
"Sampaikanlah apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat"
(2)

Kedua:
Tinggal di sana untuk mempelajari kondisi kaum kuffar,
mengenai kerusakan aqidah mereka,
kebatilan cara beribadah mereka,
penyimpangan moral dan kekacauan perilaku mereka,
hal ini dimaksudkan agar nantinya bisa memperingatkan manusia dari tipu daya mereka
dan menjelaskan kepada orang-orang yang mengagumi mereka tentang hakikat kondisi mereka
Yang ini juga termasuk jihad,
karena mengandung unsur peringatan terhadap kekufuran
dan para pelakunya serta mencakup anjuran untuk menyukai Islam






***
Referensi :
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,
Disusun oleh Khalid Al-Juraisy,Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
[1]. HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab (6168), Muslim dalam Al-Birr (2640) dari hadits Ibnu Mas’ud. Al-Bukhari (6170), Muslim (2641) dari hadits Abu Musa. Juga yang semakna dengan ini diriwayatkan olen Al-Bukhari (6171), Muslim (2639) dari hadits Anas.

[2]. HR. Al-Bukhari dalam Ahadits Al-Anbiya (3461)
Kamis, 12 Agustus 2010
http://namakugusti.wordpress.com/2010/08/12/hukum-tinggal-di-negara-non-muslim/
*

Saya Mudah Terangsang





~*~  Saya Mudah Terangsang  ~*~




Saya adalah seorang pelajar sekolah lanjutan
Saya cinta kepada agama dan tekun beribadah
Tetapi saya menghadapi suatu kendala,
yaitu mudah terangsang bila melihat pemandangan yang membangkitkan syahwat,
dan hampir-hampir saya tidak dapat menguasai diri dalam hal ini
Keadaan ini membuat saya repot karena harus sering mandi dan mencuci pakaian dalam
Bagaimana saran Ustadz untuk memecahkan problematika ini
sehingga saya dapat memelihara agama dan ibadah saya dengan baik?


JAWABAN:

Pertama, saya berdoa semoga Allah memberi berkah kepada Anda,
pemuda yang begitu besar perhatiannya terhadap agama yang lurus ini,
dan saya minta kepada Anda agar senantiasa berpegang teguh dengannya dan tetap antusias kepada-Nya
jauh dari teman-teman yang jelek perilakunya,
serta senantiasa menjaga agama dari gelombang materialisme dan kebebasan,
yang telah banyak merusak pemuda-pemuda dan remaja-remaja kita

Juga saya sampaikan kabar gembira kepada Anda bahwa
Anda bisa termasuk anggota tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari tidak ada lagi naunngan selain naungan-Nya,
selama Anda taat kepada-Nya.


Kedua, saya nasihatkan kepada saudara penanya agar
memeriksakan diri kepada dokter spesialis,
barangkali problema yang dihadapi itu semata-mata berkaitan dengan suatu organ tubuh tertentu,
dan para dokter ahli tentunya memiliki obat untuk penyakit seperti ini

Allah berfirman:

“… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
(Qs. An Nahl: 43)


Rasulullah saw. bersabda:

“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Ia juga
menurunkan obat untuknya”
(HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah)


Ketiga, saya nasihatkan juga kepada Anda agar menjauhi -sekuat mungkin–
segala hal yang dapat membangkitkan syahwatnya
dan menjadikannya menanggung beban serta kesulitan (mandi dan sebagainya)
Adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin untuk tidak menempatkan dirinya ditempat-tempat yang dapat menimbulkan kesukaran bagi dirinya
dan menutup semua pintu tempat berhembusnya angin fitnah atas diri dan agamanya

Simaklah kata-kata hikmah berikut:

“Orang berakal itu bukanlah orang yang pandai mencari-cari alasan untuk membenarkan kejelekannya
setelah terjatuh kedalamnya,
tetapi orang berakal ialah orang yang pandai menyiasati kejelekan agar tidak terjatuh ke dalamnya”


"Diantara tanda orang salih ialah menjauhi perkara-perkara yang syubhat
sehingga tidak terjatuh ke dalam perkara yang haram,
bahkan menjauhi sebagian yang halal
sehingga tidak terjatuh kedalam yang syubhat"


Rasulullah SAW Bersabda:

“Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqin (orang yang takwa)
sehingga ia meninggalkan sesuatu yang tidak terlarang
karena khawatir terjatuh pada yang terlarang”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari Athiyyah as-Sa’di dengan sanad sahih)


Keempat, setiap yang keluar dari tubuh manusia
–karena melihat pemandangan-pemandangan yang merangsang–
belum tentu mani (yang hukumnya wajib mandi jika ia keluar)
Boleh jadi yang keluar itu adalah madzi,
yaitu cairan putih, jernih, dan rekat, yang keluar ketika sedang bercumbu,
atau melihat sesuatu yang merangsang, atau ketika sedang mengkhayalkan hubungan seksual
Keluarnya madzi tidak disertai syahwat yang kuat, tidak memancar,
dan tidak diahkiri dengan kelesuan (loyo, letih),
bahkan kadang-kadang keluarnya tidak terasa
Madzi ini hukumnya seperti hukum kencing,
yaitu membatalkan wudhu (dan najis) tetapi tidak mewajibkan mandi
Bahkan Rasulullah SAW memberi keringanan untuk menyiram pakaian yang terkena madzi itu,
tidak harus mencucinya

Diriwayatkan dari Sahl bin Hanif, ia berkata,
“Saya merasa melarat dan payah karena sering mengeluarkan madzi dan mandi,
lalu saya adukan hal itu kepada Rasulullah SAW
kemudian beliau bersabda,
‘Untuk itu, cukuplah engkau berwudhu’
Saya bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimana dengan yang mengenai pakaian saya?"
Beliau menjawab,
‘Cukuplah engkau mengambil air setapak tangan,
lalu engkau siramkan pada pakaian yang terkena itu”
(HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Beliau berkata, hasan sahih)

Menyiram pakaian (pada bagian yang terkena madzi)
ini lebih mudah daripada mencucinya,
dan ini merupakan keringanan serta kemudahan dari Allah kepada hamba-hamba-Nya
dalam kondisi seperti ini yang sekiranya akan menjadikan melarat jika harus mandi berulang-ulang
Maha Benar Allah Yang Maha Agung yang telah berfirman:

“… Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur”
(Qs. Al-Maa’idah: 6)


Wallahu a’lam



***
Referensi :
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 127
Sabtu, 07 Agustus 2010
http://namakugusti.wordpress.com/2010/08/07/saya-mudah-terangsang/
*

Rabu, 09 April 2014

Hukum Onani




~*~  Hukum Onani (masturbasi)  ~*~


Penetapan kadar dan sifat dosa yang didapatkan oleh seorang pelaku maksiat,
apakah sifatnya dosa besar atau dosa kecil harus berdasarkan dalil syar’i

Perbuatan zina merupakan dosa besar yang pelakunya terkena hukum hadd
Nash-nash tentang hal itu sangat jelas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun masturbasi/onani dengan tangan sendiri atau semacamnya
(bukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh dari istri atau budak wanita yang dimiliki),
terdapat silang pendapat di kalangan ulama


Yang benar adalah pendapat yang menyatakan haram
Hal ini berdasarkan keumuman ayat 5-7 dari surat Al-Mu’minun dan ayat 29-31 dari surat Al-Ma’arij


Onani termasuk dalam keumuman mencari kenikmatan syahwat yang haram,
karena melampaui batas syariat yang dihalalkan,
yaitu kenikmatan syahwat antara suami istri atau tuan dengan budak wanitanya

Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam hal ini yang menunjukkan bahwa onani adalah dosa besar merupakan hadits-hadits yang dha’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah
Di antaranya:

سَبْعَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَيَقُوْلُ: ادْخُلُوْا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ: … وَالنَّاكِحُ يَدَهُ …. الْحَدِيْثَ

Artinya :
“Ada tujuh golongan yang Allah tidak akan memandang kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan membersihkan mereka (dari dosa-dosa) dan berkata kepada mereka:
‘Masuklah kalian ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya!’:
… dan orang yang menikahi tangannya (melakukan onani/masturbasi)….dst.”


Sifat onani yang paling parah dan tidak ada seorang pun yang menghalalkannya adalah seperti kata Syaikhul Islam dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574):

“Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat/mengkhayalkan (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram"

Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya,
demikian pula selain beliau
Bahkan sebagian ulama mengharuskan hukum hadd bagi pelakunya.”


Penetapan hukum hadd dalam hal ini semata-mata ijtihad sebagian ulama mengqiyaskannya dengan zina
Namun tentu saja berbeda antara onani dengan zina sehingga tidak bisa disamakan
Karena zina adalah memasukkan kepala dzakar ke dalam farji wanita yang tidak halal baginya (selain istri dan budak wanita yang dimiliki)
Oleh karena itu, yang benar dalam hal ini adalah pelakunya hanya sebatas diberi ta’zir (hukuman) yang setimpal sebagai pelajaran
dan peringatan baginya agar berhenti dari perbuatan maksiat tersebut

Pendapat ini adalah madzhab Hanabilah,
dibenarkan oleh Al-Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ Kitab Al-Hudud Bab At-Ta’zir dan difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah yang diketuai oleh Al-Imam Ibnu Baz rahimahullahu dalam Fatawa Al-Lajnah (10/259).



Adapun bentuk hukumannya kembali kepada ijtihad hakim,
apakah dicambuk (tidak lebih dari sepuluh kali), didenda, dihajr (diboikot), didamprat dengan celaan, atau lainnya,
yang dipandang oleh pihak hakim dapat membuatnya jera dari maksiat itu dan bertaubat.5

Wallahu a’lam.


Kesimpulannya:

masturbasi tidak bisa disetarakan dengan zina,
karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu

Namun onani adalah maksiat yang wajib untuk dijauhi
Barangsiapa telah melakukannya hendaklah menjaga aibnya sebagai rahasia pribadinya
dan hendaklah bertaubat serta memohon ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Apabila urusannya terangkat ke mahkamah pengadilan,
maka pihak hakim berwenang untuk memberi ta’zir (hukuman) yang setimpal, sebagai pelajaran dan peringatan baginya agar jera dari perbuatan hina tersebut


Wallahu a’lam



***
Referensi :
Senin, 27 September 2010
http://namakugusti.wordpress.com/2010/09/27/apakah-pelaku-onanimasturbasi-mendapat-dosa-seperti-orang-yang-berzina/
*

Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina






~*~  Hukum Menikahi Wanita Pernah Berzina  ~*~



Assalamualaikum,
saya mau bertanya seputar pernikahan,
saya mempunyai calon istri tapi masa lalu istri saya buruk sekali
dia pernah berzinah dengan 3 orang pria
tapi dia sudah terbuka dan jujur kepada saya dan ingin bertobat,
beda umur saya dengan dia sekitar 2 tahun,
yang jadi pertanyaan saya bolehkah saya menikahi dia,
dan dampak buruk apa saya menikahi wanita yang pernah berzinah dengan pria lain,
mohon jawabannya dan terimakasih sebelumnya
(Hamba Allah)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh...

Seorang muslim pada asalnya dianjurkan untuk mencari pasangan yang shalih dan shalihah,
yang menjaga kehormatannya,
dan bisa mendidik anak-anaknya dengan baik..

Adapun menikahi wanita yang pernah berzina
maka pendapat yang kuat: boleh menikahi wanita yang pernah berzina apabila terpenuhi dua syarat:


(***) Pertama: Taubat yang nasuha

Yaitu taubat yang terpenuhi syarat-syaratnya:
- penyesalan yang mendalam,
- meninggalkan perbuatan zina tersebut,
- dan berniat tidak akan mengulangi perbuatan tersebut di masa yang akan datang

Alasannya apabila dia belum bertaubat maka statusnya adalah pezina
dan kita dilarang untuk menikahi wanita pezina,
sebagaimana dalam firman Allah:

)الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ) (النور:3)

Artinya :
"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik,
dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min
(Qs.. An-Nuur (24) : 3)


Berkata Ibnu Katsir:

ومن هاهنا ذهب الإمام أحمد بن حنبل، رحمه الله، إلى أنه لا يصح العقد من الرجل العفيف على المرأة البغي ما دامت كذلك حتى تستتاب، فإن تابت صح العقد عليها وإلا فلا وكذلك لا يصح تزويج المرأة الحرة العفيفة بالرجل الفاجر المسافح، حتى يتوب توبة صحيحة

Artinya :
“Dari sini Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa tidak sah akad antara laki yang menjaga kehormatan dengan wanita yang pezina
selama wanita tersebut belum diminta bertaubat,
apabila bertaubat maka sah, jika tidak maka tidak sah
Demikian pula tidak sah menikahkan wanita yang menjaga kehormatannya dengan laki-laki yang pezina sampai laki-laki tersebut bertaubat dengan taubat yang benar ”
(Tafsir Ibnu Katsir 10/165-166, Muassasah Qurthubah)


Adapun setelah taubat maka statusnya bukan pezina,
seperti orang kafir apabila bertaubat
maka tidak dinamakan kafir lagi,
orang musyrik apabila bertaubat
maka tidak dinamakan musyrik lagi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

Artinya :
“Orang yang bertaubat dari sebuah dosa maka dia seperti orang yang tidak punya dosa”
(HR. Ibnu Majah, dan dihasankan Syeikh Al-Albany )


Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah:

نكاح الزانية حرام حتى تتوب، سواء كان زنى بها هو أو غيره، هذا هو الصواب بلا ريب، وهو مذهب طائفة من السلف والخلف منهم أحمد بن حنبل وغيره، وذهب كثير من السلف إلى جوازه، وهو قول الثلاثة.

Artinya :
“Menikahi wanita pezina adalah haram sampai dia bertaubat, sama saja apakah yang menzinahi dia atau yang lain,
ini yang benar tanpa ada keraguan, dan ini adalah pendapat sebagian salaf dan khalaf, diantaranya Ahmad bin hambal dan yang lainnya,
dan sebagian besar dari salaf membolehkan (meski tidak bertaubat), dan ini adalah pendapat 3 imam"
(Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i). (Majmu’ Fatawa 32/109-110).


Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:

فإن المرأة الزانية لا يحل نكاحها إلا بعد التوبة، وكذلك الزاني لا يصح أن تتزوجه إلا بعد التوبة

Artinya :
“Maka sesungguhnya wanita pezina tidak halal dinikahi sampai dia bertaubat, demikian pula lelaki pezina tidak boleh seorang wanita menikah dengannya kecuali setelah dia (lela bertaubat”
(Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh)


(***) Kedua: Istibra (meyakinkan bersihnya kandungan)

Kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لايحل لامرىء يؤمن بالله واليوم الآخر أن يسقي ماءه زرع غيره يعني إتيان الحبالى

Artinya :
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya di tanaman orang lain”
yaitu mendatangi wanita-wanita hamil”
(HR. Abu Dawud, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)


Adapun kalau tidak hamil maka ‘iddahnya satu kali haidh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tawanan-tawanan Authas

لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة

Artinya :
"Budak)wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi sampai dia melahirkan,
dan (budak) wanita yang tidak hamil tidak boleh disetubuhi sampai haidh sekali"
(HR. Abu Dawud, dari Abu Said Al-Khudry dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)


Berkata Syeikhul Islam:

والصحيح أنه لا يجب إلا الاستبراء فقط فإن هذه ليست زوجة يجب عليها عدة وليست أعظم من المستبرأة التي يلحق ولدها سيدها وتلك لا يجب عليها إلا الاستبراء فهذه أولى

Artinya :
“Yang benar bahwasanya yang wajib bagi wanita (yang berzina) tersebut hanya istibra’ saja, karena dia bukan seorang istri yang wajib baginya ‘iddah,
dan tidaklah keadaan wanita tersebut lebih besar daripada budak wanita yang diharuskan bersih kandungannya yang dinasabkan anaknya kepada majikannya.
Kalau dia (budak wanita) tersebut tidak wajib kecuali istibra’ saja maka wanita yang berzina lebih berhak”
(Majmu’ Fatawa 32/110)


Apabila terkumpul dua syarat di atas maka boleh menikahi wanita tersebut baik yang menikahi adalah laki-laki yang menzinahi atau yang lain.
Dan hendaknya laki-laki tersebut mengarahkannya kepada kebaikan,
mendekatkannya kepada agama,
dan mencarikan teman-teman yang shalihah


Semoga Allah memberi barakah padanya...

Kemudian perlu saya ingatkan bahwa wanita tersebut sebelum akad nikah adalah wanita asing,
oleh karenanya haram atas antum apa yang diharamkan bagi laki-laki yang bukan mahram,
seperti berduaan dengannya,
bepergian dengannya dll.
Dan hendaknya antum dan juga wanita tersebut menutupi aibnya...
sebisa mungkin,
dan jangan membuka apa yang sudah Allah tutupi...

Wallahu a’lam





***
Referensi :
Rabu, 22 September 2010
http://namakugusti.wordpress.com/2010/09/22/hukum-menikahi-wanita-yang-pernah-berzina/
*

Wanita Haid





~*~  Wanita Haid  ~*~



(1) Definisi Haid

Haid adalah proses pengeluaran darah dan cairan melalui kelamin wanita (vagina) yang mengandung sel-sel mati dari lapisan selaput lendir (lapisan endometrium) rahim
Atau meluruhnya zat-zat nutrisi pada dinding rahim
karena tidak terjadi pembuahan pada waktu ovulasi sebelumnya

Luruhnya zat-zat nutrisi yang menempel di dinding rahim itulah yang lazim kita sebut sebagai “darah haid”.

Dalam terminologi fiqh,
haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita yang baligh dan sehat yang selain darah nifa


وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا۟ النِّسَآءَ فِى الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّـهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ التَّوّٰبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang mahiid
Katakanlah, “Ia adalah gangguan”
Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid;
dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang bersungguh-sungguh menyucikan diri
(Qs. Al Baqarah 02 : 222)



(2) Ciri Khas Darah Haid

Tanda darah haid yang membedakannya dari darah istihadlah dan nifas,
adalah sebagai berikut:

1. Sumbernya berasal dari bagian dalam rahim wanita
2. Kental dan agak kehitaman
3. Warna kehitaman dan kadang berubah menjadi kuning atau merah
4. Tidak menggumpal atau membeku
5. Berbau tidak sedap
6. Siklus waktu teratur (ada pengecualian bagi peserta KB atau Keluarga Berencana)



(3) Larangan Bagi Wanita Haid

Ada sejumlah larangan dalam Islam bagi wanita yang sedang dalam masa haid yaitu:

1. Shalat
2. Berwudu` atau Mandi Janabah
3. Puasa
4. Tawaf di Baitullah
5. Menyentuh mushaf (Qur'an) dan membawanya
6. Masuk ke Masjid
7. Bersetubuh/senggama/hubungan intim (jimak)
8. Melafazkan atau membaca ayat-ayat Al-Quran kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafadznya diambil dari ayat Al-Quran

Larangan membaca Al-Quran (tanpa memegangnya) masih terjadi perbedaan pendapat
Sebagian ulama termasuk Imam Syafi'i dan Maliki membolehkan membaca Al-Quran bagi wanita haid
"dengan catatan"

- Takut lupa atau memang pekerjaannya mengajarkan/menghapal al-Qur'an
- Sedang berargumentasi sehingga harus menggunakan al-Qur'an sebagai dalil
- Membaca ayat-ayat pendek yang tujuannya untuk zikir



(4) Hal Yang Diperbolehkan Wanita Haid

1. Berdzikir (membaca tasbih, tahmid, istigfar dan tahlil)
2. Bercumbu (petting) antara suami-istri selain senggama (bersetubuh)
3. Bersujud ketika mendengar ayat sajadah karena sujud tilawah tidak dipersyaratkan thoharoh menurut pendapat paling kuat
4. Menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha untuk mendengarkan khutbah tapi tidak ikut shalat
5. Tidur bersama suami
..... Dan hal-hal lain selain yang diharamkan di atas



(5) Lama Masa Haid

Paling sedikitnya masa keluarnya darah haid adal`h sehari semalam
dan paling lama 15 hari
Sedang masa haid yang normal adalah 6 atau 7 hari

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk Syarhul Muhadzdzab II/103-104 menyatakan:

وأقل الحيض يوم وليلة وأكثره خمسة عشر يوما وغالبه ست أو سبع لقوله صلى الله عليه وسلم لحمنة بنت جحش : " { وتحيضي في علم الله ستة أيام أو سبعة أيام كما تحيض النساء ويطهرن ميقات حيضهن وطهرهن

(Translate ???)

(6) Cara Bersuci Setelah Haid

1. Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya

2. Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut
Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut
kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala)

3. Menyiramkan air ke badannya

4. Mengambhl secarik kain atau kapas (atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi
atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah pada kemaluan (farji/vagina) dengannya



(7) Niat Mandi Bersuci Setelah Haid

Setelah darah haid berhenti,
perempuan diharuskan bersuci yaitu dengan cara mandi keramas

Pada saat mandi keramas ini, diharuskan niat untuk menghilangkan hadats besar sbb:

نَوَيْتُ الغُسْلَ ِلرَفْعِ الحَدَثِ الأكْبَر فَرْضًا ِلله تَعَاليَ

Artinya:
"Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats besar karena Allah"

Niat ini cukup diucapkan dalam hati,
tapi tidak apa-apa kalau diucapkan dengan bersuara

Niat mandi hukumnya wajib
Jadi, tidak sah mandi junubnya kalau tanpa niat



(8) Niat Mandi Bersuci Dari Haid Dan Junub (sekaligus)

Seorang perempuan yang setelah haidnya habis kemudian bersetubuh dengan suaminya,
maka dia boleh mandi satu kali saja dengan dua niat yaitu niat mandi haid dan mandi junub,
demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama

Niatnya sebagai berikut:

نويت غسل الحيض و غسل الجنابة فَرْضًا لله تعالي

Artinya :
"Saya niat mandi haid dan mandi junub karena Allah"

Adapun kalau niat salah satunya,
seperti berniat mandi haid atau mandi junub saja,
maka ada perbedaan pendapat ulama:

(a) hanya sah untuk yang diniatkan saja;
(b) sah untuk keduanya

Mufaffiqud-Din Abdullah bin Ahmad Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan:

فصل: إذا اجتمع شيئان يوجبان الغسل كالحيض والجنابة أو التقاء الختانين والإنزال ونواهما بطهارته أجزأه عنهما. قاله أكثر أهل العلم منهم عطاء وأبو الزناد وربيعة ومالك والشافعي وإسحاق وأصحاب الرأي ويروى عن الحسن والنخعي في الحائض الجنب يغتسل غسلين، وإن نوى أحدها أو نوت المرأة الحيض دون الجنابة فهل تجزئه عن الآخر ؟ على وجهين أحدهما تجزئه عن الآخر لأنه غسل صحيح نوى به الفرض فأجزأه كما لو نوى استباحة الصلاة، والثانية يجزئه عما نواه دون ما لم ينوه لقول النبي صلى الله عليه و سلم : وإنما لكل امرئ ما نوى


Artinya:
"Apabila terkumpul dua hal yang mewajibkan mandi besar seperti haid dan junub atau bersetubuh dan keluar mani (sperma)
kemudian mandi dan niat bersuci untuk keduanya (sekaligus),
maka hukumnya sah menurut mayoritas ulama seperti Atha',
Abuz-Zinad, Rabi'ah, Malik, Syafi'i, Ishaq dan ashabur-ra'y (ulama yang menekankan ijtihad)"


Diriwayatkan dari Hasan dan Nakha'i dalam masalah wanita haid dan junub yang mandi dua kali apabila berniat salah satunya
atau wanita haid niat bersuci dari haid bukan untuk junub apakah (niat itu) mencakup pada yang lain?

Ada dua pendapat
Pertama, mencakup pada yang lain karena mandinya sah sebagaimana orang yang berniat untuk dibolehkan shalat

Kedua, sah untuk yang diniatkan saja tidak yang lain berdasarkan hadits,
'Setiap perilaku seseorang itu tergantung niat.'



(9) Hukum Bersenggama Setelah Berhenti Haid Sebelum Bersuci

Wanita haid yang sudah berhenti darah haidnya tetap tidak boleh (haram) bersenggama (jimak/bersetubuh) dengan suaminya
kecuali setelah bersuci atau mandi

Adapun dasar hukumnya sebagai berikut:

1. Quran Surat Al-Baqarah 2:222

فاعتزلوا النساء في المحيض، ولا تقربوهن حتى يطهرن، فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله، إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين

Artinya:
"Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."


2. Jumhur (mayoritas) ulama dari 3 madzhab utama yaitu Malikiy, Syafi’i dan Hanbali, sepakat bahwa hubungan intim (dukhul) antara wanita haid yang sudah berhenti darahnya dengan suaminya itu haram kecuali setelah mandi (ghusl) atau bersuci


3. Yusuf Qardhawi menghukumi haram bersetubuhnya wanita haid sebelum bersuci walaupun darah sudah mampet (berhenti)

يقول يوسف القرضاوي:-
جمهور الفقهاء يرون: أنه لا يجوز للزوج أن يجامع زوجته إلا بعد أن تغتسل، أي تغسل رأسها وجسدها كله بالماء

Imam Jalaluddin as-Suyuthi membolehkan terjadinya senggama antara suami-istri apabila darah haid sudah berhenti

 (خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوط - أي من حل الوطء أيضا بالانقطاع)

dalam I'aanah at-Thaalibiin I/85.


4. Madzhab Hanafi membolehkan terjadinya hubungan intim (jimak)
apabila darah haid putus dan waktu haid sudah melewati 10 hari

وقال الحنفية:إن انقطع الدم لأقل من عشرة أيام ـ وهي أكثر الحيض ـ لم يحل وطؤها حتى تغتسل، أو يمضي عليها وقت صلاة، وؤن انقطع لعشرة أيام جاز قبل الغسل، لقوله تعالى: (حتى يطهرن) ينقطع الحيض. حملوه على العشرة. وقراءة التشديد حملوها على ما دون العشرة، عملا بالقراءتين. هكذا قالوا. ولأن ما قبل العشرة لا يحكم بانقطاع الحيض، لاحتمال عود الدم، فيكون حيضا، فإذا اغتسلت أو مضى عليها وقت صلاة: دخلت في حكم الطاهرات. وما بعد العشر حكمنا بانقطاع الحيض، لأنها لو رأت الدم لا يكون حيضا فلهذا حل وطؤه



=====================

(*) Catatan Dan Rujukan

- الحيض هو خروج الدم المعروف من رحم الانثى البالغة السليمة من غير ولادة او افتضاض، ويعرف الحيض باسماء اخرى منها الطمث

- Hadits tentang tidak boleh shalat dan puasa saat haid dari Aisyah:

 كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فيأمرنا بقضاء الصوم ولا يأمرنا بقضاء الصلاة

- Larangan tawat di Ka'ab saat haid hadits Abu Daud dan Tirmidzi:

 النفساء والحائض ـ إذا اتيا الميقات ـ تغتسلان وتحرمان وتقضيان المناسك كلها غير الطواف بالبيت

- Larangan masuk masjid dan i'tikaf saat haid hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah:

 أمر الرسول الله صلى الله عليه وسلم الحائض أن تعتزل عن مصلى المسلمين

- Larangan menyentuh dan membaca Quran
Quran لا يمسه إلا المطهرون dan hadits:

 لا يقرأون القرآن ولا يطأون مصحفا بأيديهم ، حتى يكونوا متوضئين



(***)
Seputar Tanya Jawab Permasalahan haid


1. DARAH HAID KELUAR 2X (DUA KALI) SEBULAN

PERTANYAAN

Dalam masa pra menopouse ini saya mengalami haid lebih panjang waktunya, dalam 1 bulan 2 x masa haid.
Diantara masa haid yang seharusnya bersih itu terkadang keluar darah bersamaan saat buang air kecil.
Saya bingung, kecewa karena tidak bisa menjalankan sholat karena sangat sedikit hari saya bisa sholat nya
Bagaimana solusinya, terima kasih atas jawabannya.
Mariana R.

JAWABAN

Haid wanita paling sedikit sehari semalam (24 jam)
dan tidak boleh lebih dari 15 hari
Dalam saat haid tersebut maka Anda statusnya seperti orang yang junub atau hadats besar yaitu tidak perlu bahkan tidak boleh shalat atau masuk masjid, dan larangan yang lain

Apabila setelah 15 hari darah tetap keluar,
maka statusnya bukan darah haid melainkan darah istihadah (darah penyakit)
Pada saat darah istihadah keluar, Anda tetap berkewajiban shalat seperti biasa
Lebih detail tentang wanita istihadah lihat: Wanita Istihada


Nab,
bagaimana cara membedakan dan memisahkan antara darah haid dan darah istihadah adalah dengan melihat kebiasaan sebelumnya
Contoh, apabila hari pertama haid adalah tanggal 1 setiap bulan,
maka haid berhenti pada tanggal 15. 15 hari berikutnya adalah masa suci, apabila tanggal 16 sampai tanggal 30 darah keluar lagi,
maka itu statusnya darah istihadah alias darah penyakit.

Darah yang keluar dianggap darah haid lagi apabila masuk tanggal 1 bulan berikutnya sampai tanggal 15



2. HUKUM WANITA HAID MASUK MASJID MENGISI KOTAK AMAL

PERTANYAAN

assalamualaikum wr.wb.
Pak ustadz yg saya hormati, bolehkah seorang wanita yg sedang datang bulan masuk ke mushola/masjid cuma untuk sekedar mengisi kotak amal di mushola/masjid tersebut.

Terimakasih demikian pertanyaan saya,,dan terimakasih atas jawabannya.
Wassalamualaikum wr.wb
Siti hajar Priyatin


JAWABAN

Hukumnya boleh masuk masjid untuk sekedar mengisi kotak amal
Yang tidak boleh adalah apabila masuk dan diam di dalam masjid
Bahkan masuk masjid dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain -- untuk numpang lewat -- itu boleh
Seperti dikutip oleh Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh Alal Madzahib Al-Arba'ah hlm I/86 oleh

الشافعية قالوا...
أما المرور بالمسجد، فإنه يجوز للجنب والحائض والنفساء من غير مكث فيه، ولا تردد بشرط أمن عدن تلوث المسجد، فلو دخل من باب وخرج من آخر جاز، أما إذا دخل وخرج من باب واحد، فإنه يحرم؛ لأنه يكون قد تردد في المسجد، وهو ممنوع، إلا إذا كان يقصد الخروج من باب آخر غير الذي دخل منه، ولكن بدا له أن يخرج منه، فإنه لا يحرم

Artinya:
Ulama madzhab Syafi'i berpendapat bahwa lewat di masjid boleh dilakukan orang yang junub, haid dan nifas asal tidak diam atau berputar-putar di dalam masjid.
Kalau masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain itu boleh. Sedangkan kalau masuk dan keluar dari pintu yang sama itu tidak boleh karena itu termasuk berputar.
Kecuali apabila ia awalnya bermaksud keluar dari pintu lain selain tempat masuknya tapi ternyata tidak bisa maka hal itu dibolehkan.


Kesimpulan:
boleh masuk masjid sekedar untuk menaruh uang di kotak amal.



3. HUKUM HAID LEBIH DARI 10 HARI


Assalamualaikum,

saya mau tanya bagai mana hukumnya bila haid lebih dari 10 hari
karna pengaruh dari kb,saya biasanya cuma 7 hari apakah saya boleh sholat itu juga cuma sekedar plek saja tidak keluar darah.tolong jawabannya
wasalam Tania

JAWABAN

Darah haid yang lebih dari 10 hari masih tetap dianggap darah haid selagi tidak melebihi 15 hari
Adapun flek tetap dianggap darah haid


Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan
barakallah...



***
Referensi :
http://www.alkhoirot.net/2012/04/wanita-haid.html
*

Senin, 23 Desember 2013

Perbuatan Yang Tidak Membatalkan Shalat



~*~  Perbuatan yang Tidak Membatalkan Shalat  ~*~


Kalau kita ini sering membaca perbuatan dan hal-hal yang bisa membatalkan shalat,
bukan berartikita tidak diijinkan melakukan perbuatan yang bisa membatalkan shalat
Misal saja dalam keadaan darurat dan saat perang
Memang banyak hal yang dianggap membatalkan shalat
atau dianggap tidak boleh dilakukan dalam shalat
padahal ternyata hal-hal tersebut boleh dilakukan
Diantaranya :

1. Mencegah orang yang hendak lewat didepannya ketika shalat

Ketika sedang shalat, diperbolehkan menjulurkan tangan
untuk menghalangi orang yang hendak melintas di depan kita
Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW dari AbuSa’id al-Khudri:

إذا صلى أحدكم إلى شيء يستره من الناس, فأراد أحد أن يجتاز بين يديه فليدفعه, فإن أبى فليقاتله فإنما هو شيطان

Artinya :
""Jika seseorang diantara kalian shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dengan manusia,
kemudian seseorang hendak lewat di antara kedua tangannya (di hadapannya)
maka cegahlah orang itu
Jika dia menolak (masih tetap inginlewat),
maka perangilah dia karena sesungguhnya dia adalah setan"


2. Membunuh ular, kalajengking, dan hewan lain yang membahayakan ketika shalat

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ((أمر بقتل الأسودين في الصلاة: العقرب والحية

Dari Abu Hurairah, "Bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan
untuk membunuh dua hewan yang berwarna hitam ketika shalat
yaitu kalajengking dan ular"


3. Menggendong anak kecil ketika shalat

فعن أبي قتادة ((أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يصلي و هو حامل أمامة بنت زينب بنت رسول الله صلى الله عليه و سلم فإذا سجد وضعها و إذا قام حملها

Dari Abu Qatadah, "Bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat
dan dia menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah SAW
Ketika sujud beliau meletakkannya
dan ketika berdiri beliau menggendongnya lagi"


4. Sedikit berjalan karena ada kebutuhan

فعن عائشت قالت: كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي في البيت, و الباب عليه مغلق, فجعت فاستفتحت فمشى ففتح لي, ثم رجع إلى مصلاه, ووصفت أن الباب في القبلة

Dari ‘Aisyah, dia berkata,
"Rasulullah SAW pernah shalat di rumah,
dan pintu dalam keadaan terkunci
Kemudian aku datang dan meminta dibukakan pintu,
lalu Rasulullah berjalan dan membukakan pintu untukku
Kemudian beliau kembali ke tempat shalatnya,
dan aku mengetahui bahwasanya pintu berada di arah kiblat"


5. Memindahkan kaki orang yang tidur karena ada kebutuhan:

عن عائشة قالت: ((كنت أمد رجلي في قبلة النبي صلى الله عليه و سلم و هو يصلي, فإذا سجد غمزني, فإذا قام مددتها

Dari ‘Aisyah, dia berkata:
"Aku pernah meluruskan kakiku di arah kiblat
nabishallallahu ‘alaihi wasallam
ketika beliau sedang shalat
Jika beliau sujud, beliau memindahkan kakiku,
dan jika beliau berdiri aku meluruskan kakiku lagi"


6. Mengerjakan shalat dengan memakai sandal

Dari Sa’id bin Yazid, Dia berkata:
"Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik,
“Apakah Rasulullah SAW pernah mengerjakan shalat dengan mengenakan sepasang sandal?"
Dia menjawab,'Ya'
"An-Nawawi menjelaskan, pada hadits ini
terdapat keterangan mengenai dibolehkannya shalat dengan memakai sandal
dan khuf selama diyakini kebersihannya dari najis


7. Melepas sandal atau semacamnya ketika shalat karena ada kebutuhan

عن أبي سعيد الخدري قال: ((بينما رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي بأصحابه إذا خلع نعليه فوضعهما عن يساره فلما رأى ذلك القوم ألقوانعالهم….

Dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: "Suatu ketikaRasulullah SAW shalat bersama para sahabatnya,tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnyakemudian meletakkan keduanya di sebelah kiribeliau. Ketika para sahabat melihatnya, merekapun langsung melepaskan sandal-sandal mereka…."



8. Meludah pada baju atau sapu tangan / tissue

عن جابر عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: ((إنأحدكم إذا قام يصلي فإن الله تبارك و تعال قبل وجهه, فلا يبصقن قبل وجهه ولا عن يمينه, وليبصق عن يساره تحت رجله اليسرى فإن عجلت به بادرت فليقل بثوبه هكدا)) ثم طوى ثوبه بعده على بعض

Dari Jabir dari Rasulullah SAW, Beliau berkata:
"Sesungguhnya jika seseorang di antara kalian berdiri untuk mengerjakan shalat,
maka sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala berada dihadapannya.
Maka janganlah meludah ke arah depan dan jangan pula ke arah kanan,
akan tetapimeludahlah ke arah kiri di bawah kaki kirinya.
Jika tergesa-gesa dengannya (tidak bisa menahanludahnya) maka meludahlah di bajunya sepertiini."


9. Memperbaiki baju dan menggaruk badanketika shalat.:

فعن جرير الضبي قال: ((كان علي إذا قام في الصلاة وضع يمين علي رسغ يساره, ولا يزال كذلك حتى يركع إلا أن يصلح ثوبه أو يحك جسده

Dari Jarir adh-Dhabbi, dia berkata:
"Ali jika berdiri di dalam shalat,
dia meletakkan tangan kanannya di pergelangan tangan kirinya,
dan senantiasa seperti itu hingga ia ruku’
kecuali jika ia memperbaiki bajunya atau menggaruk badannya"


10. Bertasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi perempuan
jika terjadi kelupaan di dalam shalat

لقوله النبي صلى الله عليه و سلم: ((… من نابه شيء في صلاته فليسبح, فإنه إذا سبح التفت إليه, وإنها التصفيح للنساء

Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
"…jika terjadi sesuatu di dalam shalatnya maka bertasbihlah,
maka jika ia bertasbih menolehlah (imam) kepadanya (memperhatikannya),
dan sesungguhnya bertepuk tangan adalah bagi perempuan"


11. Melihat ke sebelah kanan atau kesebelah kiri karena kebutuhan

عن جابر قال: ((اشتكى رسول الله صلى الله عليه و سلم فصلينا وراءه و هو قاعد, و أبو بكر يسمع الناس تكبيره, فالتفت إلينا فرانا قياما فأشار إلينا فقعدنا فصلينا بصلاته قعودا

Dari Jabir, dia berkata:
"Rasulullah SAW pernah mengeluh
Kami shalat di belakang beliau
dan beliau dalam keadaan duduk,
dan Abu Bakar memperdengarkan kepada manusia bacaan takbirnya,
maka beliau menoleh kepada kami dan melihat kami shalat dalam keadaan berdiri,
dan beliau berisyarat kepada kami,
maka kami punduduk, dan sholat sesuai dengan sholat beliau,
yaitu dalam keadaan duduk"


12. Membalas salam dengan isyarat kepada orang yang memberi salam kepadamu
Jika seseorang mengucapkan salam kepadamu sedangkan kamu sedang melaksanakan shalat,
maka sudah jelas bahwasanya tidak boleh membalasnya dengan ucapan,
akan tetapi boleh membalasnya dengan isyarat menggunakan tangan

فعن ابن عمر قال: خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى قباء يصلي فيه, فجاءته الأنصار فسلموا عليه و هو يصلي, فقلت لبلال: كيف رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرد عليهم حين كانوا يسلمون عليه و هو يصلي؟ قال: هكذا, و بسط كفه [و جعل بطنه أسفل و جعل ظهره إلى فوق]

Dari Ibnu Umar, dia berkata:
"Rasulullah SAW pernah keluar menuju masjid Quba untuk shalat di dalamnya
Kemudian sahabat anshar datang dan memberikan salam kepada beliau sedangkan beliau sedang shalat,
maka aku berkata kepada Bilal:
bagaimana engkau melihat rasulullah membalas salam mereka
ketika mereka memberikan salam kepada beliau
sedangkan beliau sedang shalat?

Bilal berkata:
Seperti ini, dengan membentangkan telapak tangan beliau
(beliau menjadikan telapak tangannya berada dibawah dan menjadikan punggung tangannya kearah atas)"


13. Mengangkat kepala ketika sujud untuk mengecek keadaan imam ketika imam memanjangkan sujudnya
Jika kamu sedang shalat berjama’ah
dan imam memanjangkan sujudnya
atau tidak terdengar takbir
atau semisal itu maka boleh bagimu,
ketika kamu sedang sujud, untuk mengangkat kepalamu
untuk mengecek keadaan imam

فعن عبد الله بن شداد عن أبيه قال: ((خرج علينا رسول الله صلى الله عليه و سلم في إحدى صلاتي العشاء و هو حامل حسنا أو حسينا فتقدم رسول الله صلى الله عليه و سلم فوضعه ثم كبر للصلاة فصلى, فسجد بين ظهراني صلاته سجدة أطالها, قال أبي: فرفعت رأسي و إذا الصبى على ظهر رسول الله صلى الله عليه و سلم و هو ساجد فرجعت إلى سجودي, فلما قضى رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة قال الناس: يا رسول الله إك سجدت بين ظهراني صلاتك سجدة أطلتها حتى ظننا أنه قد حدث أمر, أو أنه يوحى إليك, فقال: كل ذلك لم يكن, ولكن ابنى ارتحلنى فكرهت أن أعجله حتى يقضى

Dari Abdullah bin Syadad dari bapaknya, dia berkata:
"Rasulullah SAW keluar menuju kami dalam salah satu shalat isya
sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husain
Kemudian Rasulullah SAW maju dan meletakkannya
kemudian bertakbir untuk memulai shalat,
kemudian beliau shalat

Beliau bersujud di tengah shalatnya dengan sujud yang panjang
Bapakku berkata:
"Aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil di atas punggung Rasulullah SAW
sedangkan beliau sedang sujud,
kemudian aku kembali bersujud

"Ketika Rasulullah SAW telah selesai shalat, para sahabat berkata:
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau bersujud di tengah shalatmu dengan sujud yang panjang
hingga kami mengira bahwasanya telah terjadi sesuatu,
atau bahwasanya hal tersebut diperintahkan kepadamu,

Rasulullah menjawab:
Hal tersebut tidak mungkin,
akan tetapi anakku menaiki punggungku
maka aku enggan untuk mempercepatnya sampai ia selesai (menaiki punggungku)"


14. Melihat mushaf dan membaca darinya ketika shalat sunnah karena kebutuhan

Adapun yang dimaksud kebutuhan seperti menghendaki memperlama berdiri dalam shalat,
sedangkan ia tidak hafal
Maka tidak mengapa membaca dari mushaf ketika shalat

فعن القاسم أن ((عائشة كانت تقرأ في المصحف فتصلى في رمضان)) و قال القاسم: ((كان يؤم عائشة عبد يقرأ في المصحف

Dari al-Qasim bahwasanya 'Aisyah pernah membaca dari mushaf ketika shalat di bulan Ramadhan
Dan berkata al-Qasim:
"Pada hari itu ‘Aisyah beribadah (shalat) dengan membaca dari mushaf"


15. Menutup mulut ketika menguap

Dari Abu Sa’id Al-Khudri dari Rasulullah SAW, beliau bersabda

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ


"Bila salah seorang dari kalian menguap
maka hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya
karena sesungguhnya setan akan masuk"


16 Membetulkan posisi seseorang yang berada di shaf dengan menariknya ke depan
atau ke belakang, atau memindahkan makmum dari kiri ke kanan
Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap Ibnu Abbas,
yaitu beliau memindahkannya dari sisi kiri ke sisi kanan
beliau ketika Ibnu Abbas ikut melakukan shalat malam di sebelah beliau

Hal-hal yang diperbolehkan oleh syari’at ISLAM untuk dilakukan ketika shalat
dan perbuatan yang tidak membatalkan shalat


Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat




***
Referensi :
Jumat, Maret 08, 2013
http://uswahislam.blogspot.com/2013/03/16-perbuatan-yang-tidak-membatalkan.html?m=1
*