Rabu, 31 Juli 2013

Ketika Mimpi Basah Saat Puasa





~*~ Ketika Mimpi Basah Saat Puasa ~*~ 



Ada sebuah pertanyaan yang diajukan pada Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Bazrahimahullah

[1] Jika orang yang berpuasa mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan, apakah puasanya batal? dia wajib untuk bersegera untuk mandi wajib?


Beliau rahimahullah menjawab,
“Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena mimpi basah dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa, Ia punya keharusan untuk mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang basah adalah air mani

Jika ia mimpi basah setelah shalat shubuh dan ia mengakhirkan mandi junub sampai waktu zhuhur, maka itu tidak mengapa

Begitu pula jika ia berhubungan intim dg istrinya di malam hari & ia tidak mandi kecuali setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak mengapa


Mengenai hal ini diterangkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk Shubuh dalam keadaan junub karena sehabis berhubungan dengan istrinya
Kemudian beliau mandi junub dan masih tetap berpuasa


Begitu pula wanita haidh dan nifas
Jika mereka telah suci di malam hari
Dia belum mandi melainkan setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak mengapa

Jika mereka berpuasa, puasanya tetap sah, Namun tidak boleh bagi mereka-mereka tadi menunda mandi wajib (mandi junub) dan menunda shalat hingga terbit matahari

Bahkan mereka harus menyegerakan mandi wajib sebelum terbit matahari agar mereka dapat mengerjakan shalat tepat pada waktunya


Sedangkan bagi kaum pria, ia harus segera mandi wajib sebelum shalat Shubuh sehingga ia bisa melaksanakan shalat secara berjama’ah

Sementara untuk wanita haidh dan nifas yang ia suci di tengah malam (dan masih waktu Isya’, pen), maka hendaklah ia menyegerakan mandi wajib sehingga ia bisa melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus di malam itu



Demikian fatwa sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu ‘Ashar
Maka wajib bagi mereka untuk segera mandi wajib sehingga mereka bisa melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar sebelum tenggelamnya matahari

Wallahu waliyyut taufiq…



***
Demikian Fatwa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah


[2] Hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk shubuh dalam keadaan junub adalah sebagai berikut

Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,

ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺪْﺭِﻛُﻪُ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮُ ﻭَﻫُﻮَ ﺟُﻨُﺐٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ، ﺛُﻢَّ ﻳَﻐْﺘَﺴِﻞُ ﻭَﻳَﺼُﻮﻡُ

Artinya :
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa”



[3] Istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

ﻗَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ-  ﻳُﺪْﺭِﻛُﻪُ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮُ ﻓِﻰ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﻫُﻮَ ﺟُﻨُﺐٌ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺣُﻠُﻢٍ ﻓَﻴَﻐْﺘَﺴِﻞُ ﻭَﻳَﺼُﻮﻡُ

Artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa”



[4] Pelajaran yang bisa diambil dari fatwa di atas:

1. Mimpi basah tidak membatalkan puasa, karena bukan pilihan seseorang untuk mimpi basah

2. Jika mimpi basahnya setelah waktu Shubuh, maka orang yang junub boleh menunda mandi wajibnya hingga waktu Zhuhur

3. Jika junub karena mimpi basah atau hubungan intim dengan istri di malam hari, maka bagi pria yang wajib menunaikan shalat berjama’ah diharuskan segera mandi wajib sebelum pelaksanaan shalat Shubuh agar ia dapat menunaikan shalat Shubuh secara berjama’ah di masjid

4. Jika wanita suci di malam hari dan setelah berakhir waktu shalat isya’ (setelah pertengahan malam), maka ia boleh menunda mandi wajib hingga waktu Shubuh, asalkan sebelum matahari terbit, supaya ia dapat melaksanakn shalat Shubuh tepat waktu

5. Jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Isya’ (sampai pertengahan malam), maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus

Demikian fatwa sebagian sahabat, begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Ashar, maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus

6. Jika orang yang junub, wanita haidh dan nifas masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi wajib, maka mereka tetap sah melakukan puasa

Mengenai permasalah wanita haidh dan nifas yang suci di waktu shalat kedua, seperti waktu Ashar dan Isya’ lantas ia diwajibkan mengerjakan 2 shalat sekaligus (Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’), insya Allah ada tulisan tersendiri mengenai hal ini


Semoga Allah memudahkan, Aamiin



***
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 23 Sya’ban 1431 H (4 Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel : rumaysho.com
Oleh :

[1] Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, ketua Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Komisi Fatwa di Saudi Arabia

[2] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/283

[3] HR. Bukhari no. 1926

[4] HR. Muslim no. 1109

[5] Demikian pendapat yang kuat bahwa waktu terakhir shalat Isya’ adalah pertengahan malam






Referensi :
referensiislam
http://likecakra5.blogspot.com/2013/07/ketika-mimpi-basah-saat-puasa.html
*

Dzikir Sesudah Shalat





~*~  Dzikir Sesudah Shalat  ~*~



Di dalam Al-Quràn dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu, bilangannya dan caranya terikat sesuai dengan keterangan dalam Al-Quràn dan As-Sunnah, tidak boleh bagi kita untuk menambah atau mengurangi bilangannya, atau menentukan waktunya tanpa dalil, atau membuat cara-cara berdzikir tersendiri tanpa disertai dalil, baik dari Al-Quràn ataupun hadits yg shahih/hasan, seperti berdzikir secara berjamaàh (lebih jelasnya lihat kitab Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid, Al-Ibdaa’ fii Kamaalisy Syar’i wa Khatharul Ibtidaa’, Bid’ahnya Dzikir Berjamaàh, dll)

Atau dzikir-dzikir yg sifatnya muthlaq, yaitu dzikir di setiap keadaan baik berbaring, duduk dan berjalan sebagaimana diterangkan oleh ‘A`isyah bahwa beliau berdzikir di setiap keadaan
(HR. Muslim)


Akan tetapi tidak boleh berdzikir/menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor dan najis seperti kamar mandi atau wc

Diantara ayat yang menjelaskan keutamaan berdzikir adalah, Firman Allah

ﻓَﺎﺫْﻛُﺮُﻭﻧِﻲ ﺃَﺫْﻛُﺮْﻛُﻢْ ﻭَﺍﺷْﻜُﺮُﻭﺍ ﻟِﻲ ﻭَﻻ ﺗَﻜْﻔُﺮُﻭﻥِ

Artinya :
“Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)Ku”
(Qs. Al-Baqarah [2] : 152)


ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺫِﻛْﺮًﺍ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”
(Qs. Al-Ahzaab : 41)


“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yg muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar/jujur, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bershadaqah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”
(Qs. Al-Ahzaab : 35)


ﻭَﺍﺫْﻛُﺮْ ﺭَﺑَّﻚَ ﻓِﻲ ﻧَﻔْﺴِﻚَ ﺗَﻀَﺮُّﻋًﺎ ﻭَﺧِﻴﻔَﺔً ﻭَﺩُﻭﻥَ ﺍﻟْﺠَﻬْﺮِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘَﻮْﻝِ ﺑِﺎﻟْﻐُﺪُﻭِّ ﻭَﺍﻵﺻَﺎﻝِ ﻭَﻻ ﺗَﻜُﻦْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻐَﺎﻓِﻠِﻴﻦ

Artinya:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”
(Qs. Al-A’raaf : 205)





Adapun dalam As-Sunnah, Diantaranya:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳَﺬْﻛُﺮُ ﺭَﺑَّﻪُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻻَ ﻳَﺬْﻛُﺮُ ﺭَﺑَّﻪُ ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟْﺤَﻲِّ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ

Artinya :
“Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berdzikir kepada Allah adalah seperti orang yang hidup dan mati”
(HR. Al-Bukhariy, Fathul Bari dan Muslim)


Dari ‘Abdullah bin Busrin radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam telah banyak atasku, maka kabarkan kepadaku dengan sesuatu yang aku akan mengikatkan diriku dengannya?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

ﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻟِﺴَﺎﻧُﻚَ ﺭَﻃْﺒًﺎ ﻣِﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠﻪِ

Artinya :
“Hendaklah lisanmu senantiasa basah dg dzikir kepada Allah”
(HR. At-Tirmidziy dan Ibnu Majah)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺣَﺮْﻓًﺎ ﻣِﻦْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻠَﻪُ ﺑِﻪِ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻭَﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔُ ﺑِﻌَﺸْﺮِ ﺃَﻣْﺜَﺎﻟِﻬَﺎ ﻻَ ﺃَﻗُﻮْﻝُ ﺍﻟﻢ ﺣَﺮْﻑٌ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺃَﻟِﻒٌ ﺣَﺮْﻑٌ ﻭَﻻَﻡٌ ﺣَﺮْﻑٌ ﻭَﻣِﻴْﻢٌ ﺣَﺮْﻑٌ

Artinya :
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka dia mendapat satu kebaikan dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf”
(HR. At-Tirmidziy 5/175, lihat Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/9 serta Shahiihul Jaami’ Ash-Shaghiir 5/340)

***

Astaghfirullaahal ‘adzhiim
(Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung) 3x


Alladzi laa ilaaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaihi
(yang tidak ada Tuhan kecuali Allah, Dzat yang Maha Hidup dan terus Hidup, dan kami mohon ampun kepadaMu ya Allah) 1x



Laa Ilaaha Illallah wahdahu laasyariikalah lahulmulku walahulhamdu yuhyii wayumiitu wahuwa alaa kulli syaiin qadiir
(Tidak ada Tuhan selain Allah, dzat yang Maha Esa, tidak ada sekutu untukNya (tidak ada yang menyamai), dzat yang mempunyai kerajaan dan semua pujian
Dzat yang menghidupkan dan mematikan,
Dan berkuasa atas segala sesuatu) 10x



Laa khaula walaa quw wata illaa billa hil ‘aliy yil ‘adzhiim
(Tiada daya dan kekuatan, Melainkan dg pertolongan Allah yang Maha Agung) 1x



Allahumma ajjirna minannar
(Ya Allah lindungilah kami dari api neraka) 7x



Allahumma antassalam waminkassalam wa ilaika ya’udussalam fahayyina rabbanaa bissalam, wa adkhilna jannata daarassalaam, tabarakta rabbana wa ta aalaita yaa dzaljalaali wal ikram
(Ya Allah Engkaulah As-Salam (keselamatan, keberkahan, kemulian, ketenangan) dan keselamatan dari-Mu dan keselamatan kembali padaMu,
berilah keselamatan dalam hidup kami, Dan masukkan kami ke dalam surga Darussalam, Maha Suci Engkau ya Rabb yang Maha Luhur, yang Maha agung dan Maha Mulia) 1x



Allahumma laa maani’a limaa ‘a’thaita, walaa mu’thia limaa mana’ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu
(Ya Allah tiada orang yang menghalangi terhadap apa yang telah Engkau berikan dan tiada orang yang memberi terhadap apa yang telah Engkau halangi dan kekayaan orang yang kaya itu tidak akan bisa menyelamatkan dia dari siksa-Mu) 1x



Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika
(Ya Allah anugerahkanlah pertolongan kepada kami untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah yang baik kepada-Mu)


***



Doa indah yang diwasiatkan Rasulullah kepada Muadz bin Jabal

1.) Dzikir-dzikir Setelah Salam dari Shalat Wajib

Diantara dzikir-dzikir yang sifatnya muqayyad adalah dzikir setelah salam dari shalat wajib

Setelah selesai mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, kita disunnahkan membaca dzikir, yaitu sebagai berikut:

1. Membaca

Istigfar 3x

ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُ ﺍﻟﻠﻪَ


“Aku meminta ampunan kepada Allah” 3x


ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﻣِﻨْﻚَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﺗَﺒَﺎﺭَﻛْﺖَ ﻳَﺎ ﺫَﺍ ﺍﻟْﺠَﻼَﻝِ ﻭَﺍﻹِﻛْﺮَﺍﻡِ


Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan, kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik”
(HR. Muslim 1/414)



2. Membaca


ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ, ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻻَ ﻣَﺎﻧِﻊَ ﻟِﻤَﺎ ﺃَﻋْﻄَﻴْﺖَ ﻭَﻻَ ﻣُﻌْﻄِﻲَ ﻟِﻤَﺎ ﻣَﻨَﻌْﺖَ ﻭَﻻَ ﻳَﻨْﻔَﻊُ ﺫَﺍ ﺍﻟْﺠَﺪِّ ﻣِﻨْﻚَ ﺍﻟْﺠَﺪُّ


“Tiada tuhan yang berhak di ibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya,
Bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu

Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu”
(HR. Al-Bukhariy 1/255 dan Muslim 414)



3. Membaca


ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ، ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ

ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ

ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﻻَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﺇِﻻَّ ﺇِﻳَّﺎﻩُ

 ﻟَﻪُ ﺍﻟﻨِّﻌْﻤَﺔُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟﺜَّﻨَﺎﺀُ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦُ

 ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣُﺨْﻠِﺼِﻴْﻦَ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦَ ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺮِﻩَ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮُﻭْﻥَ


“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah, milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci”
(HR. Muslim 1/415)



4. Membaca


ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ

“Maha Suci Allah.” (tiga p2uluh tiga kali)


ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ

“Segala puji bagi Allah”  (tiga puluh tiga kali)


ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ


“Allah Maha Besar” (tiga puluh tiga kali)



Kemudian dilengkapi menjadi seratus dengan ,membaca


ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ, ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ


“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”


“Barangsiapa mengucapkan dzikir ini setelah selesai dari setiap shalat wajib, maka diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan"
(HR. Muslim 1/418 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)


Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Ada dua sifat (amalan) yang tidaklah seorang muslim menjaga keduanya (yaitu senantiasa mengamalkannya, pent) kecuali dia akan masuk jannah, dua amalan itu (sebenarnya) mudah, akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, (dua amalan tersebut adalah): mensucikan Allah Ta’ala setelah selesai dari setiap shalat wajib sebanyak sepuluh kali (maksudnya membaca Subhaanallaah), memujinya (membaca
Alhamdulillaah) sepuluh kali, dan bertakbir (membaca Allaahu Akbar) sepuluh kali, maka itulah jumlahnya 150 kali (dalam lima kali shalat sehari semalam, pent) diucapkan oleh lisan, akan tetapi menjadi 1500 dalam timbangan (di akhirat)

Dan amalan yang kedua, bertakbir 34 kali ketika hendak tidur, bertahmid 33 kali dan bertasbih 33 kali (atau boleh tasbih dulu, tahmid baru takbir, pent), maka itulah 100 kali diucapkan oleh lisan dan 1000 kali dalam timbangan”

Ibnu ‘Umar berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah menekuk tangan (yaitu jarinya) ketika mengucapkan dzikir-dzikir tersebut”


Para shahabat bertanya,
“Ya Rasulullah, bagaimana dikatakan bahwa kedua amalan tersebut ringan/mudah akan tetapi sedikit yang mengamalkannya?“


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian ketika hendak tidur, lalu menjadikannya tertidur sebelum mengucapkan dzikir-dzikir tersebut, dan
syaithan pun mendatanginya di dalam shalatnya (maksudnya setelah shalat), lalu
mengingatkannya tentang kebutuhannya (lalu dia pun pergi) sebelum mengucapkannya”
(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no.5065, At- Tirmidziy no.3471, An-Nasa`iy 3/74-75, Ibnu Majah no.926 dan Ahmad 2/161,205, lihat Shahiih Kitaab Al Adzkaar, karya Asy-Syaikh Salim Al- Hilaliy 1/204)


Kita boleh berdzikir dengan tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33 kali dengan ditambah tahlil satu kali atau masing-masing 10 kali, yang penting konsisten, jika memilih yang 10 kali maka dalam satu hari kita memakai dzikir yang 10 kali tersebut

Hadits ini selayaknya diperhatikan oleh kita semua, jangan sampai amalan yang sebenarnya mudah, tidak bisa kita amalkan
Tentunya amalan/ibadah semudah apapun tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah

Setiap beramal apapun seharusnya kita meminta pertolongan kepada Allah, dalam rangka merealisasikan firman Allah,

ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﻌْﺒُﺪُ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻧَﺴْﺘَﻌِﻴﻦُ

Artinya :
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”
(Qs. Al-Faatihah : 4)



5. Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas satu kali setelah shalat Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya`. Adapun setelah shalat Maghrib dan Shubuh dibaca tiga kali
(HR. Abu Dawud 2/86 dan An-Nasa`iy 3/68, lihat Shahiih Sunan At- Tirmidziy 2/8, lihat juga Fathul Baari 9/62)



6. Membaca ayat kursi yaitu surat Al-Baqarah : 255

"Barangsiapa membaca ayat ini setiap selesai shalat tidak ada yang dapat mencegahnya masuk jannah kecuali mau"
 (HR. An-Nasa`iy dalam ‘Amalul yaum wal lailah no.100, Ibnus Sunniy no.121 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami’ 5/339 dan Silsilatul Ahaadiits Ash-Shahiihah 2/697 no.972)


7. Membaca:

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻋِﻨِّﻲْ ﻋَﻠَﻰ ﺫِﻛْﺮِﻙَ ﻭَﺷُﻜْﺮِﻙَ ﻭَﺣُﺴْﻦِ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻚَ


Sebagaimana diterangkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tangannya dan berkata,

“Ya Mu’adz, Demi Allah, sungguh aku benar-benar mencintaimu.”

Lalu beliau bersabda,
“Aku wasiatkan kepadamu Ya Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan di setiap selesai shalat, ucapan...” (lihat di atas):

“Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu”
(HR. Abu Dawud 2/86 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al- Albaniy dalam Shahiih Sunan Abi Dawud 1/284)

Do’a ini bisa dibaca setelah tasyahhud dan sebelum salam atau setelah salam
(‘Aunul Ma’buud 4/269)



8. Membaca:

ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ, ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻳُﺤْﻴِﻲْ ﻭَﻳُﻤِﻴْﺖُ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ

Artinya :
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”
Dibaca sepuluh kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh
(HR. At-Tirmidziy 5/515 dan Ahmad 4/227, lihat takhrijnya dalam Zaadul Ma’aad 1/300)



9. Membaca:

ﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲْ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻧَﺎﻓِﻌًﺎ ﻭَﺭِﺯْﻗًﺎ ﻃَﻴِّﺒًﺎ ﻭَﻋَﻤَﻼً ﻣُﺘَﻘَﺒَّﻼً

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.” Setelah salam dari shalat shubuh
(HR. Ibnu Majah, lihat Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/152 dan Majma’uz Zawaa`id 10/111)



Semoga kita diberikan taufiq oleh Allah sehingga bisa mengamalkan dzikir-dzikir ini, aamiin.
Wallaahu A’lam







***
Referensi :
Maraaji’ : Hishnul Muslim
Karya : Asy-Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Shahiih Kitaab Al-Adzkaar wa Dha’iifihii
Karya : Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy dan Al-Kalimuth Thayyib
Karya : Ibnu Taimiyyah

Kutipan : Salafy.or.id offline
Penulis : Bulletin Al Wala wal Bara
Judul : Seputar masalah shalat (dzikir setelah shalat)

http://ririsnovie.wordpress.com/2012/04/26/doa-setelah-sholat-dari-ustadz-yusuf-mansur/

http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/07/18/dzikir-dzikir-setelah-shalat-wajib/
*

Minggu, 28 Juli 2013

Mengapa Anjing Dan Babi Diharamkan





~*~  Mengapa Anjing Dan Babi Diharamkan  ~*~




Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh ...
Ikhwan wa Akhwat fillah, sekarang kita membahas mengapa anjing dan babi diharamkan dalam Islam

Ini artikel berawal dari INBOX seorang akhwat
Berikut adalah beberapa bukti yang tidak hanya dilihat dari sudut Islam,
Tap juga menurut pandangan medis


“...Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(Qs. Al Baqarah: 173)


“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu enyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“
(Qs. Al Maa'idah: 3)


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Setiap binatang buas yang mempunyai gigi taring adalah haram dimakan"
(HR. Muslim)




~  Shahih muslim Kitab Makanan  ~

*** Mengapa Anjing Diharamkan ?

* Pandangan Islam

Rasulullah bersabda :
"Setiap binatang buas yang mempunyai gigi taring adalah haram dimakan"
(HR Muslim)

Anjing adalah salah satu hewan yang buas dan mempunyai gigi taring
Selain itu, setiap mendengar suara adzan,
Pasti Anjing selalu melolong panjang
Dan suara itu bahkan bisa membuat anak bayi menangis

Itulah yang menandakan suara-suara setan yang keluar saat adzan dikumandangkan
Anjing begitu peka dengan keberadaan setan
Karena itu muncullah ayat untuk mengharamkan anjing



* Menurut ilmu kedokteran

Dalam tubuh anjing, mengandung banyak sekali kuman yang bisa mematikan manusia terutama pada liurnya

Seorang dokter pernah melakukan penyelidikan,
Kenapa Anjing diharamkan oleh Allah,
Lalu dia melakukan percobaan dengan menempelkan sapu tangan ke tubuh seekor anjing

Setelah dilihat menggunakan microscop,
Ternyata di sapu tangan itu mengandung banyak sekali kuman yang sangat berbahaya
Lalu dia mencoba menghilangkan kuman itu dengan mencucinya memakai sabun,
Tetapi kuman itu masih ada,
Namun setelah sapu tangan itu dicuci dengan tanah sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah,
Ternyata kuman itu menghilang ..

Itulah sebabnya, mengapa jika menyentuh anjing kita harus mencucinya dengan tanah


*** Lalu, Mengapa Babi juga diharamkan ?

* Pandangan Islam

Allah berfirman  :
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"



* Pandangan Kedokteran

1. Babi mengandung Belerang dengan Kadar Tinggi
Belerang pada babi sangat tingg
Saat kita mengkonsumsi babi, belerang ikut masuk ke dalam tubuh dan terserap bercampur zat-zat lainnya
Belerang memiliki efek negatif untuk tubuh
Yaitu: menimbulkan penyakit infeksi persendian di mana belerang menumpuk di tulang rawan, otot dan saraf, mempercepat pengapuran, dan hernia

2. Babi mengandung Hormon Pertumbuhan
Dalam Jumlah Besar, Hormon pertumbuhan pada daging babi membuat pertambahan jaringan lemak pada tubuh manusia
Jaringan tubuh menjadi bengkak penuh lemak
Orang yang sering memakan daging babi akan menderita kegemukan
Proses penimbunan lemak mempengaruhi pertumbuhan tulang pada hidung, rahang, tulang muka, tangan dan kaki, secara tidak normal
Hal ini akan meningkat menjadi kanker pada tubuh

3. Babi menyebabkan Penyakit Kulit
Babi mengandung dua zat berbahaya yaitu "histamin" dan "imtidazol"
Kedua zat ini menyebabkan gatal-gatal pada tubuh,
Melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit menular: eksem, dermatitis, dan neurodermatitis
Penyakit lain yang mudah menyerang tubuh karena zat-zat ini adalah: bisul, radang usus buntu, penyakit kantung empedu, infeksi pembuluh darah nadi

4. Babi adalah Penyebar Cacing Trichina
Cacing bebahaya yang menyebar dalam tubuh sangat mengerikan
Cacing ini tinggal di jaringan otot rahang, lidah, leher, tenggorokan, dan dada
Otot-otot tersebut tersumbat dan menjadi lumpuh
Lebih parah lagi karena penyumbatan pembuluh darah balik, meningitis dan infeksi otak
Penyakit yang disebabkan cacing Trichina tidak ada obatnya

5. Babi mengandung Lemak Berlebih dan Zat Beracun
Lemak pada babi sangatlah banyak
Lemak tersebut masuk ke dalam peredaran darah dan mengakibatkan pengerasan pembuluh nadi,
Mempercepat tekanan darah dan penyakit jantung
Ada racun ajaib mengerikan bernama "Sutoxin" yang menyebabkan getah bening bengkak
Jika pada tahap pembengkakan serius, maka sakit yang luar biasa akan diderita

6. Flu Babi
Ini adalah fenomenal besar bagi umat manusia
Flu Babi adalah penyakit peringatan akan perintah Allah yang sebenar-benarnya bahwa mengapa babi itu haram menurut Allah
Tentunya pelajaran ini diterapkan pada perintah-perintahNya yang lain
Pasti ada alasan-alasan dari Allah dalam pengharaman-pengharaman tentang hal lainnya yang belum banyak disadari bahwa alasan itu demi menyelamatkan hidup umat manusia
Flu Babi telah diprediksi sebelumnya sejak zaman Rosul
Semoga kita termasuk umat yang berpikir

7. Gen Babi dan Manusia Mirip
Dikhawatirkan dengan memakan babi, sifat genetika yang dimiliki babi akan menurun pada manusia
Kehidupan babi yang kotor
Penelitian membuktikan kehidupan babi
Dibuat tempat yang bersih dan terjaga untuk babi kemudian di kandang babi dimasukkan 2 jantan babi dan 1 betina
2 babi jantan tersebut bergantian melakukan zima dengan betina
Ini berbeda dengan 2 ayam jantan yang akan bertarung untuk mendapatkan 1 betina
Namun, parahnya babi bergantian mendapatkan 1 betina
Sifat-sifat ini dikhawatirkan akan menurun pd manusia
Dan membuat derajat mereka lebih rendah tanpa disadari

Wallahu A’lam bish-shawab

Semoga Bermanfaat






***
Referensi :
Minggu, 13 November 2011
http://mwcnucipayung.blogspot.com/2011/11/mengapa-anjing-dan-babi-diharamkan.html?m=1
*

Senin, 15 Juli 2013

Barang-Barang Najis




~¤~  Barang-Barang Najis  ~¤~




Barang-barang yang ada disekitar kita tidaklah semuanya suci
Namun, ada beberapa diantaranya yang dihukumi najis dalam syari’at

Barang ini perlu diketahui kenajisannya agar tidak salah dalam menggunakannya, dan bisa mengenal cara membersihkannya

Najis bisa mempengaruhi sahnya shalat seseorang


Jika ia bernajis, maka harus dihilangkan najis yang melekat di baju atau badan

Jika najis keluar dari dubur harus beristinja’ darinya


Para ahli ilmu telah mengadakan tahqiq (pemeriksaan) terhadap barang-barang yang ada disekitar kita, ternyata barang-barang najis lebih dari satu, diantaranya:


*** Tinja (Tahi) Manusia

Kotoran yang keluar dari tubuh seorang manusia melalui duburnya

Kotoran ini harus dibersihkan dengan cara istinja’ (cebok)

Jika mengenai sandal atau sepatu, maka harus dibersihkan

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻃَﺊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺑِﻨَﻌْﻠِﻪِ ﺍﻷَﺫَﻯ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏَ ﻟَﻪُ ﻃَﻬُﻮْﺭٌ

Artinya :
“Jika salah seorang diantara kalian menginjakkan sandal pada kotoran (tahi), maka sesungguhnya tanah merupakan pembersih baginya”
[HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (381) Dishahihkan Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih As-Sunan (no. 385)]





*** Air Kencing Manusia

Air kencing manusia atau hewan yang tidak halal dimakan termasuk barang-barang najis yang harus dibersihkan oleh seseorang

Anas radhiyallahu ‘anhu- berkata,

َﺃﻥَّ ﺃَﻋْﺮَﺍﺑِﻴًّﺎ ﺑَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻓَﻘَﺎﻡَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ :
ﺩَﻋُﻮْﻩُ ﻭَﻻَ ﺗُﺰْﺭِﻣُﻮْﻩُ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻓَﺮَﻍَ ﺩَﻋَﺎ ﺑِﺪَﻟْﻮٍ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ ﻓَﺼَﺒَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

Artinya :
“Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid, maka sebagian orangpun bangkit dan menuju kepadanya
Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Biarkan (ia kencing), janganlah kalian memotongnya”
Anas berkata,
“Tatkala orang itu selesai kencing, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta seember air, lalu menuangkannya pada kencing tersebut
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (6025) dan Muslim dalam Shahih-nya (284)]



Diantara dalil-dalil yang menunjukkan najisnya tinja dan kencing manusia, yaitu hadits-hadits yang memerintahkan untuk beristinja’ (cebok) dari keduanya


Syaikh Muhammad Al-Hisniy Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata dalam Kifayah Al-Akhyar (1/98),
“Adapun najisnya tinja, maka hujjahnya -disamping adanya ijma’- adalah sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-

Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Bassam -rahimahullah- berkata dalam Taudhih
Al-Ahkam min Bulugh Al-Maram (1/112),
“Kencing merupakan najis, Wajib membersihkan tempat yang terkena kencing, baik di badan, pakaian, tanah, atau yang lainnya”





***Madzi, dan Wadi

Madzi adalah cairan yang keluar dari manusia ketika syahwatnya memuncak

Lebih jelasnya, An-Nawawi berkata,
“Cairan yang halus lagi kental, keluar ketika bersyahwat”
[Lihat Al-Minhaj (3/204)]


Sedangkan wadi adalah cairan najis yang keluar dari kemaluan seseorang ketika ia buang air, karena mengalami sakit, atau lelah, tanpa disertai oleh syahwat

Adapun keluarnya madzi ini menyebabkan seseorang harus bersuci, karena madzi adalah najis seperti halnya dengan kencing yang keluar dari kemaluan manusia

Ali bin Abi Tahlib -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,

ﻛُﻨْﺖُ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻣَﺬّﺍَﺀً ﻓَﻜُﻨْﺖُ ﺃَﺳْﺘَﺤْﻴِﻲ ﺃَﻥْ ﺃَﺳْﺄَﻝُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲًّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟِﻤَﻜَﺎﻥِ ﺍﺑْﻨَﺘِﻪِ
ﻓَﺄَﻣَﺮْﺕُ ﺍﻟﻤِﻘْﺪَﺍﺩَ ﺑْﻦَ ﺍﻷَﺳْﻮَﺩِ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ:
ﻳَﻐْﺴِﻞُ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﻭَﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄُ

Artinya :
“Dulu aku adalah seorang laki-laki yang banyak madzinya, aku malu bertanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- karena keberadaan putrinya
Kemudian aku memerintahkan Al-Miqdadbin Al-Aswad (untuk bertanya), maka ia pun bertanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Dia mencuci kemaluannya dan berwudhu”
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (132), Muslim dalam Shahih-nya (693), dan An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (157)]


Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Mani, wadiy, dan madzi;
Adapun mani, maka ia adalah sesuatu yang (mangharuskan) mandi karenanya
Adapun wadiy dan madzi, maka ia berkata,
“Cucilah kemaluanmu, dan wudhu seperti wudhu untuk shalat”
[HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (190) dan Al-Baihaqiy dalam Sunan-nya (1/115)]


An-Nawawiy-rahimahullah- berkata dalam Al-Minhaj (2/204),
“Dalam hadits ini terdapat beberapa faedah:
(di antaranya) madzi tidak mangharuskan mandi wajib, dan (hanya) mengharuskan wudhu,
Dan bahwa madzi adalah najis, oleh karena ini Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mewajibkan mencuci kemaluan”


Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata,
“Sungguh kami telah sebutkan bahwa madzi membatalkan wudhu’
Madzi keluar dalam keadaan kental, keluar perlahan-lahan ketika timbul syahwat pada ujung dzakar”
[ Al-Mughni (1/232)]





***Darah Haidh

Darah haidh merupakan barang najis yang harus dibersihkan dari badan atau pakaian kita yang terkena, utamanya ketika hendak melakukan ibadah di saat darah haidh terputus, atau saat ingin berhubungan dengan suami

Asma’ bintu Abu Bakr berkata,
“Seorang wanita pernah datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, seseorang diantara kami bajunya terkena darah haidh, apa yang harus kami lakukan”

Beliau menjawab,

ﺗَﺤُﺘُّﻪُ ﺛُﻢَّ ﺗَﻘْﺮُﺻُﻪُ ﺑِﺎﻟْﻤَﺎﺀِ ﺛُﻢَّ ﺗَﻨْﻀِﺤُﻪُ ﺛُﻢَّ ﺗُﺼَﻠِّﻲْ ﻓِﻴْﻪِ

Artinya :
“Keriklah, lalu gosok bersama air, kemudian siramlah; Lalu shalatlah dengan menggunakan pakaian itu”
[HR. Al-Bukhariy (227) dan Muslim (291)]



Adanya perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk mencuci pakaian yang terkena darah haidh menunjukkan najisnya darah haidh,
dan perkara ini telah disepakati para ulama

Syaikh Husain bin Audah Al-’Awayisyah- hafizhahullah berkata dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (1/28),
“An-Nawawiy sungguh telah menukil ijma’ tentang najisnya darah haidh dalam Syarah Shahih Muslim (3/200)”





***Kotoran (Tahi) Binatang yang Tidak Dimakan Dagingnya

Binatang yang tidak dimakan dagingnya, seperti;
Anjing, kucing, babi, monyet, dan lain-lain,
Maka kotoran (tahi) dan kencingnya merupakan najis


Abdullah berkata,
“Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- ingin buang air, lalu berkata,
“Berikan aku tiga buah batu”
Kemudian aku dapatkan dua buah batu dan kotoran (tahi) himar, maka beliau mengambil dua buah batu tersebut dan membuang kotoran (tahi) seraya bersabda,

ﻫِﻲَ ﺭِﺟْﺲ


“Dia (kotoran) ini najis”
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (155), dan Ibnu Khuzimah dalam Shahih-nya (70)]

Anjing, Liurnya, dan Sisa Minumannya


Diantara barang-barang najis adalah anjing, liurnya dan sisa minumannya

Kenajisannya telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sabdanya,

ﻃُﻬُﻮْﺭُ ﺇِﻧَﺎﺀِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟَﻎَ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟْﻜَﻠْﺐُ ﺃَﻥْ ﻳَﻐْﺴِﻠَﻪُ ﺳَﺒْﻊَ ﻣَﺮَّﺍﺕٍ ﺃُﻭْﻟَﺎﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ

Artinya :
“Cara menyucikan bejana salah seorang diantara kalian yang dijilat anjing, dicuci sebanyak tujuh kali, awalnya dengan tanah”
[HR. Muslim dalam Shahih-nya (279)]


Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺮِﺏَ ﺍﻟْﻜَﻠْﺐُ ﻓِﻲْ ﺇِﻧَﺎﺀِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴُﻐْﺴِﻠْﻪُ ﺳَﺒْﻌًﺎ

Artinya :
“Jika Seekor anjing minum pada bejana salah seorang diantara kalian, maka hendaknya ia mencucinya sebanyak tujuh kali”
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (172), dan Muslim dalam Shahih-nya (279)]





*** Bangkai

Bangkai adalah hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa melalui penyembelihan yang syar’iy,
Seperti; dicekik, dipukul, disetrum, dijepit, atau ditabrak

Bangkai merupakan najis, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﺩُﺑْﻎَ ﺍْﻹِﻫَﺎﺏُ ﻓَﻘَﺪْ ﻃَﻬُﺮَ

Artinya :
“Apabila kulit bangkai disamak, maka ia sungguh telah suci”
[HR. Muslim dalam Shahih-nya (366) dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4105)]


Ini menunjukkan tentang najisnya bangkai, termasuk kulitnya, kecuali kulitnya telah disamak,
maka kulit tersebut suci, dan boleh dimanfaatkan


Adapun jika belum disamak, maka kulit tersebut tetap najis

Namun ada suatu perkara yang perlu diingat,
bahwa ada beberapa bangkai yang tidak najis, yaitu Bangkai ikan dan belalang

Dalam sebuah hadits, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﺃُﺣِﻠَّﺖْ ﻟَﻨَﺎ ﻣَﻴْﺘَﺘَﺎﻥِ ﻭَﺩَّﻣَﺎﻥِ. ﺃَﻣَّﺎﺍﻟْﻤَﻴْﺘَﺘَﺎﻥِ ﻓَﺎﻟْﺤُﻮْﺕُ ﻭَﺍﻟْﺠَﺮَﺍﺩُ
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟﺪَّﻣَﺎﻥِ ﻓَﺎﻟْﻜَﺒِﺪُ ﻭَﺍﻟﻄِّﺤَﺎﻝُ

Artinya :
“Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah
Adapun dua bangkai tersebut, maka ia adalah ikan dan belalang
Adapun dua darah,
maka ia adalah hati dan limpa”
[HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/97) dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3314)
Lihat Shahih Al-Jami’ (210)]



Bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir

Bangkai hewan ini juga bukan merupakan najis yang harus disucikan, walaupun ada sedikit darahnya, seperti nyamuk, lalat, semut, laba-laba, kalajengking, dan lain-lain


Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻗَﻊَ ﺍﻟﺬُّﺑَﺎﺏُ ﻓِﻲْ ﺷَﺮَﺍﺏِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﻓَﻠْﻴَﻐْﻤِﺴْﻪُ ﻛُﻠَّﻪُ ﻭَﻟْﻴَﻄْﺮَﺣْﻪُ ﻓَﺈِﻥَّ ﻓِﻲْ ﺃَﺣَﺪِ ﺟَﻨَﺎﺣَﻴْﻪِ ﺩَﺍﺀً ﻭَ ﻓِﻲْ ﺍﻵﺧَﺮِ ﺷِﻔَﺎﺀً

Artinya :
“Jika lalat jatuh pada minuman salah seorang diantara kalian, maka hendaknya ia menenggelamkan lalat itu seluruhnya, lalu ia membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lainnya ada penawarnya”
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (3320)]





*** Daging Keledai Kampung

Keledai ada dua macam, yaitu keledai liar, dan keledai kampung (peliharaan)

Jenis pertama, halal
Adapun jenis yang kedua, maka haram dan najis


Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah didatangi oleh seseorang seraya berkata,
“Keledai-keledai telah dimakan”


Kemudian beliau didatangi lagi oleh seseorang seraya berkata,
“Keledai-keledai telah dihabiskan”


Maka beliau pun memerintahkan seorang, lalu orang itu berteriak ditengah manusia,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻳَﻨْﻬَﻴَﺎﻧِﻜُﻢْ ﻋَﻦْ ﻟُﺤُﻮْﻡِ ﺍﻟْﺤِﻤَﺮِ ﺍﻷَﻫْﻠِﻴَّﺔِ ,
ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺭِﺟْﺲٌ

Artinya :
“Sesungguhnya Allah, dan Rasul-Nya telah melarang kalian dari daging keledai kampung (peliharaan), karena sesungguhnya ia itu najis”
Lalu belanga-belanga pun ditumpahkan, padahal sungguh belanga-belanga itu penuh dg daging”
[HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (5528), dan Muslim dalam Shahih-nya (194)]


Asy-Syaukaniy -rahimahullah- berkata,
“Sungguh Penulis telah membawakan dua hadits ini untuk berdalil tentang najisnya daging hewan yang tidak boleh dimakan Karena…
Pertama:
Adanya perintah untuk memecahkan bejana (belanga)

Kedua: perintah untuk mencuci (bejana)

Ketiga: adanya sabda beliau, “ …karena ia (daging keledai kampung) itu kotoran atau najis” yang menunjukkan najisnya
Tapi ini nash khusus tentang keledai kampung, dan analogi bagi yang lainnya diantara hewan-hewan yang tidak boleh dimakan, karena adanya alasan sama, Yaitu tidak bolehnya dimakan”
[Lihat Nail Al-Authar (1/121), cet. Dar Al-Kitab Al-Arabiy, 1420 H]




Inilah sebagian barang-barang najis yang harus dijauhi dan dibersihkan oleh seseorang dari pakaian, bejana dan airnya, agar termasuk orang-orang yang suka bersuci


Insya Allah,





***
Referensi :
Selasa | 28 Desember 2010
Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 25
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas
Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel
Hub. : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah)
Pimpinan Redaksi : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc
Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa
Editor : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc
Layout : Abu Muhammad Mulyadi
http://jihadsabili.wordpress.com/2010/12/28/barang-barang-najis/
*

Mani, Madzi, Kencing Dan Wadi




~¤~  Mani, Madzi, Kencing, dan Wadi  ~¤~




Tahukan anda, apa perbedaan antara keempat perkara diatas ?


Mengetahui hal ini adalah hal yang sangat penting, khususnya perbedaan antara mani dan madzi,
Karena masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum bisa membedakan antara keduanya

Yang karena ketidaktahuan mereka akan perbedaannya menyebabkan mereka ditimpa oleh fitnah was-was dan dipermainkan oleh setan

Sehingga tidaklah ada cairan yang keluar dari kemaluannya (kecuali kencing dan wadi) yang membuatnya ragu-ragu kecuali dia langsung mandi,
Padahal boleh jadi dia hanyalah madzi dan bukan mani


Sudah dimaklumi bahwa yang menyebabkan harus mandi wajib hanyalah mani,
Sementara madzi cukup dicuci lalu berwudhu dan tidak perlu mandi wajib untuk menghilangkan hadatsnya


Karenanya…
Berikut definisi dari keempat cairan diatas, yang dari definisi tersebut bisa dipetik sisi perbedaan diantara mereka :


1. Kencing adalah Masyhur sehingga tidak perlu dijelaskan, dan dia najis berdasarkan Al-Qur`an, Sunnah, dan ijma’



2. Wadi adalah Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat

Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama, sehingga dia wajib untuk dicuci

Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan madzi



3. Madzi adalah Cairan tipis dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima atau melihat dan mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’

Keluarnya tidak terpancar dan tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya

Terkadang keluarnya tidak terasa

Dia juga najis berdasarkan kesepakatan para ulama dari hadits Ali yang akan datang dimana beliau memerintahkan untuk mencucinya



4. Mani adalah Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung, keluar dg terpancar sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam (mimpi jima’) atau onani -wal ‘iyadzu billah-, dan tubuh akan terasa lelah setelah mengeluarkannya





Berhubung kencing dan wadi sudah jelas kapan waktu keluarnya sehingga mudah dikenali, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan madzi


a. Madzi adalah najis berdasarkan ijma’,
Sementara mani adalah suci menurut pendapat yang paling kuat



b. Madzi adalah hadats ashghar (kecil) yang cukup dihilangkan dengan wudhu, sementara mani adalah hadats akbar (besar) yang hanya bisa dihilangkan dg mandi junub



c. Cairan madzi lebih tipis dibandingkan mani



d. Mani berbau, sementara madzi tidak (yakni baunya normal)



e. Mani keluarnya terpancar, berbeda halnya dengan madzi

Allah Ta’ala berfirman tentang manusia,

“Dia diciptakan dari air yang terpencar”
(QS. Ath-Thariq : 6)



f. Mani terasa keluarnya, sementara keluarnya madzi kadang tidak



g. Waktu keluar antara keduanyapun berbeda, sebagaimana diatas



h. Tubuh akan melemah atau lelah setelah keluarnya mani, dan tidak demikian jika yang keluar adalah madzi

Karenanya jika seseorang bangun di pagi hari dalam keadaan mendapatkan ada cairan di celananya,
Maka hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut

Berdasarkan keterangan diatas

Jika dia mani,
maka silakan dia mandi wajib

Tapi jika hanya madzi,
maka hendaknya dia cukup mencuci kemaluannya dan berwudhu



Berdasarkan hadits Ali -radhiallahu anhu- bahwa Nabi Muhammad shallahu àlaihi wassalam bersabda tentang orang yang mengeluarkan madzi:

ﺍِﻏْﺴِﻞْ ﺫَﻛَﺮَﻙَ ﻭَﺗَﻮَﺿَّﺄْ


“Cucilah kemaluanmu da berwudhulah kamu”
(HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)


[Update: Anas bin Malik -radhiallahu anhu- berkata,

ﺃَﻥَّ ﺃُﻡَّ ﺳُﻠَﻴْﻢٍ ﺣَﺪَّﺛَﺖْ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺳَﺄَﻟَﺖْ ﻧَﺒِﻲَّ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺗَﺮَﻯ ﻓِﻲ ﻣَﻨَﺎﻣِﻬَﺎ ﻣَﺎ ﻳَﺮَﻯ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ, ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ:
 ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﺕْ ﺫَﻟِﻚِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﻓَﻠْﺘَﻐْﺘَﺴِﻞْ. ﻓَﻘَﺎﻟَﺖْ ﺃُﻡُّ ﺳُﻠَﻴْﻢٍ:
 ﻭَﺍﺳْﺘَﺤْﻴَﻴْﺖُ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ. ﻗَﺎﻟَﺖْ:
 ﻭَﻫَﻞْ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﻫَﺬَﺍ؟
ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻧَﺒِﻲُّ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ:
 ﻧَﻌَﻢْ, ﻓَﻤِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺍﻟﺸَّﺒَﻪُ ؟!
 ﺇِﻥَّ ﻣَﺎﺀَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻏَﻠِﻴﻆٌ ﺃَﺑْﻴَﺾُ ﻭَﻣَﺎﺀَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺭَﻗِﻴﻖٌ ﺃَﺻْﻔَﺮُ ﻓَﻤِﻦْ ﺃَﻳِّﻬِﻤَﺎ ﻋَﻠَﺎ ﺃَﻭْ ﺳَﺒَﻖَ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟﺸَّﺒَﻪُ


“Bahwa Ummu Sulaim pernah bercerita,
Dia bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaih wasallam tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki,
Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,

“Apabila perempuan tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi”

Ummu Sulaim berkata,
“Maka aku menjadi malu karenanya”

Ummu Sulaim kembali bertanya,
“Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?”

Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
“Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dg ibunya)?”
Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning,
Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya”
(HR. Muslim no. 469)



Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (3/222),
“Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam menjelaskan bentuk dan sifat mani, dan apa yang tersebut disini itulah sifatnya di dalam keadaan biasa dan normal


Para ulama menyatakan:
“Dalam keadaan sehat, mani lelaki itu berwarna putih pekat dan memancar sedikit demi sedikit disaat keluar
Biasa keluar bila dikuasai dg syahwat dan sangat nikmat saat keluarnya


Setelah keluar, dia akan merasakan lemas dan akan mencium bau seperti bau mayang kurma, yaitu seperti bau adunan tepung





Warna mani bisa berubah disebabkan beberapa hal, diantaranya:

Sedang sakit, maninya akan berubah cair dan kuning,
Atau kantung testis melemah sehingga mani keluar tanpa dipacu oleh syahwat,
Atau karena terlalu sering bersenggama sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan daging dan kadangkala yang keluar adalah darah”



***Tambahan:

1. Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’), ketika ada cairan yang keluar

Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi

Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ


“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air”
(HR. Muslim no. 343)


Maksudnya:
Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani)



2. Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya mani dalam keadaan terjaga

Artinya jika mani keluar tanpa disertai dengan syahwat, misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin atau yang semacamnya,
maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub darinya

Berbeda halnya dg Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak



Wallahu a’lam





***
Referensi :
Selasa | 28 Desember 2010
http://jihadsabili.wordpress.com/2010/12/28/perbedaan-mani-madzi-kencing-dan-wadi/
*

Kamis, 11 Juli 2013

Keutamaan Dzikir



~*~  Keutamaan Dzikir  ~*~



Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib.
Semoga semakin memotivasi untuk tidak lalai dari dzikir, apalagi dzikir yang banyak disebut kalam Allah yaitu majelis ilmu yang mengkaji Al Kitab dan Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam


Pertama, mengusir setan

Kedua, mendatangkan ridho Ar Rahman

Ketiga, menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana

Keempat, hati menjadi gembira dan lapang

Kelima, menguatkan hati dan badan

Keenam, menerangi hati dan wajah

Ketujuh, mendatangkan rizki

Kedelapan, orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan

Kesembilan, mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam

Kesepuluh, mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya

Kesebelas, mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan

Keduabelas, seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikrnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya

Ketigabelas, semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah

Keempatbelas, mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah

Kelimabelas, meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan melihat kalian”
(QS. Al Baqarah: 152)
Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut

Keenambelas, hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”

Ketujuhbelas, hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-

Kedelapanbelas, dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar

Kesembilanbelas, menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan

Keduapuluh, menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah

Keduapuluh satu, ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh

Keduapuluh dua, jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaa lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit

Keduapuluh tiga, menyelematkan seseorang dari adzab neraka

Keduapuluh empat, dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat

Keduapuluh lima, dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil

Keduapuluh enam, majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan

Keduapuluh tujuh, orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya

Keduapuluh delapan, dzikir akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat

Keduapuluh sembilan, karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas

Ketigapuluh, sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta

Ketigapuluh satu,  dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia

Ketigapuluh dua, dzikir adalah tanaman surga

Ketigapuluh tiga, pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya

Ketigapuluh empat, senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya :
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik”
(QS. Al Hasyr: 19)

Ketigapuluh lima, dzikir mudah menggerakkan hamba

Ketigapuluh enam, dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit



***
Faedah dzikir lainnya insya Allah akan kami lanjutkan pada kesempatan lainnya. Allahumma yassir wa a’in

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat







***
Referensi :
Rabu, 02 Maret 2011
Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, 94-114
Riyadh-KSA, 26 Rabi’ul Awwal 1432 H (28/02/2011)
http://wiwikhaylila.wordpress.com/2011/03/02/36-keutamaan-dzikir-1/
www.rumaysho.com
*

Rabu, 10 Juli 2013

Doa dan Dzikir Saat Berbuka Puasa



~¤~ Doa dan Dzikir Saat Berbuka Puasa ~¤~



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulvllah, keluarga dan para sahabatnya


Saat berbuka puasa merupakan saat yang membahagiaka bagi shaimin, Karena saat itu kesempatan mereka untuk menghilangkan haus dan dahaga

Namun, ditengah kesenangan itu janganlah lupa akan tuntunan dalam menyantap hidangan berbuka, yaitu dzikir atau doa


Saat akan menyantap hidangan berbuka, hendaknya membaca basmalah (bismillah)


ﺑِﺴْﻢِ ﭐﻟﻠَّـﻪِ ﭐﻟﺮَّﺣْﻤٰﻦِ ﭐﻟﺮَّﺣِﻴﻢِ

"Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang"


Dzikir di atas didasarkan pada hadits Umar bin Abi Salamah yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda kepadanya:


ﻳَﺎ ﻏُﻠَﺎﻡُ ﺳَﻢِّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻛُﻞْ ﺑِﻴَﻤِﻴﻨِﻚَ ﻭَﻛُﻞْ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻠِﻴﻚَ

Artinya :
"Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu"
(HR. Bukhari no. 4957 dan Muslim no. 3767 dari Maktabah Syamilah)


Dan juga hadits Aisyah radliyallah 'anha, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda


ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻛَﻞَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻃَﻌَﺎﻣًﺎ ﻓَﻠْﻴَﻘُﻞْ ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ

Artinya
"Apabila seorang kalian ingin makan, hendaknya dia membaca "bismillah"
(HR. Al Tirmidzi dan Ahmad)


Dan jika dahaga telah hilang, keringnya tenggorokan telah basah dengan air, dan terasa nikmatnya berbuka, barulah berdoa


ﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟﻈَّﻤَﺄُ ﻭَﺍﺑْﺘَﻠَّﺖْ ﺍﻟْﻌُﺮُﻭﻕُ ﻭَﺛَﺒَﺖَ ﺍﻟْﺄَﺟْﺮُ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ

Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah

Artinya:
"Telah hilang rasa dahaga, dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala, insya Allah"


Doa di atas disandarkan pada hadits Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'Anhuma yang menuturkan,


ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻓْﻄَﺮَ ﻗَﺎﻝَ ﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟﻈَّﻤَﺄُ ﻭَﺍﺑْﺘَﻠَّﺖْ ﺍﻟْﻌُﺮُﻭﻕُ ﻭَﺛَﺒَﺖَ ﺍﻟْﺄَﺟْﺮُ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ

Artinya :
"Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, apabila berbuka beliau berdoa Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru, Insya Allah"
(HR. Abu Dawud no. 2357, al-Daruquthni, no. 2242. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 2066 menghukuminya sebagai hadits hasan, al-Imam al-Daruquthni mengatakan: Isnadnya hasan, Al-Hakim mengatakan: Ini hadits shahih, dan Al-Hafidz Ibnul Hajar mengatakan: Ini hadits hasan)



*** Adakah Doa Lainnya?

Doa khusus lainnya yang dibaca saat berbuka antara lain,


ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻟَﻚَ ﺻُﻤْﺖُ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭِﺯْﻗِﻚَ ﺃَﻓْﻄَﺮْﺕُ


"Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan atas Rizki-Mu aku berbuka"
(HR. Abu Dawud dari Mu'adz bin Zuhrah, no. 2011 dari Maktabah Syamilah)


Ibnu Sunni juga mengeluarkannya dalam kitabnya “Amalul Yaumi wal Lailah” dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu no:481, dan Abu Dawud no: 2358 dan dalam sanadnya ada Abdul Malik bin Harun bin Antarah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan Ad-Daruquthni


*** Keutamaan Berdoa Saat Berbuka

Sesungguhnya waktu berbuka adalah tempat dikabulkannya doa, karena di penghujung ibadah
Sementara doa sesudah selesai melaksanakan ibadah memiliki kedudukan agung dalam timbangan syariat, seperti doa setelah melaksanakan shalat lima waktu dan ibadah haji
Apalagi saat usai melaksanakan puasa, yang saat itu seseorang dalam kondisi yang lemah
Dan kondisi yang sangat lemah, di tambah hati yang lembut, akan lebih menguatkan untuk datang dan berharap kepada Allah 'Azza wa Jalla

Bagi orang yang berpuasa dianjurkan untuk banyak berdoa di tengah-tengah pelaksanaan shiyamnya dan saat berbuka. Hal ini ditunjukkan oleh renretan ayat shiyam yang diakhiri dengan perintah doa

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya :
"dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku maka sesungguhnya Aku dekat, Aku mengkabulkan seruan orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran"
(QS. Al-Baqarah: 186)

Ini menunjukkan akan pentingnya berdoa di bulan ini.
Anjuran berdoa di saat berbuka juga diperkuat oleh sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Artinya :
"Ada tiga orang yang doa mereka tidak ditolak oleh Allah: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doanya orang yang terzalimi"
(HR. Al-Tirmidi, Ahmad, Ibnu Majah. Dishahihkan Syu'aib al-Arnauth dalam Tahqiq al-Musnad)


Dalam lafadz al-Tirmidzi,
وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِر

Artinya :
" . . . dan orang yang berpuasa saat ia berbuka"
(Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)



Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata dipenghujung keterangan beliau tentang doa saat berbuka, ". . .Yang penting kalau anda berdoa dengan itu atau yang lainnya ketika berbuka maka itu adalah tempat terkabulkannya (doa).” (Dinukil dari Majmu’ Fatawa Sykeh Ibnu Utsaimin, 19 soal no. 341)

. . .Yang penting kalau anda berdoa dengan itu atau yang lainnya ketika berbuka maka itu adalah tempat terkabulkannya (doa).
Syaikh Ibnu al-'Utsaimin


*** Kesimpulan

Bagi orang yang berpuasa silahkan berdoa kepada Allah pada saat berbuka sesuai hajat yang dikehendakinya
Seperti, meminta surga dan berlindung dari neraka, beristighfar (memohon ampunan), dikuatkan imannya, dilapangkan rizki dan doa-doa yang lainnya

Adapun membaca doa khusus yang disandarkan kepada berbuka puasa, maka doa yang paling kuat adalah:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah

Artinya :
"Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala insya Allah"


Doa ini lebih utama diamalkan dari pada yang satunya karena derajatnya lebih baik
Dan Secara dhahirnya hadits ini dibaca saat sudah mulai berbuka puasa bukan sebelumnya
Wallahu Ta'ala a'lam
[PurWD/voa-islam.com]






Referensi :
Selasa, 24 Juli 2012
http://m.voa-islam.com/news/doa/2012/07/24/15772/doa-dan-dzikir-paling-shahih-saat-berbuka-puasa/
*

Sunnah Dalam Sholat



~*~  Sunnah Dalam Sholat  ~*~



*** Sunnah-Sunnah Shalat
Diantara sunnah-sunnah shalat adalah

1. Do’a Istiftaah

2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’

3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga

4. Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku’ dan sujud

5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’

6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud

7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’

8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud

9. Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud

10. Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan Diantara dua sujud.

11. Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at

12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud

13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal

14. Berdo’a pada tasyahhud akhir

15. Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh), Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`

16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`

17. Membaca lebih dari surat Al-Fatihah


Demikian juga kita harus memperhatikan apa-apa yang tersebut dalam riwayat tentang sunnah-sunnah selain yang telah kami sebutkan

Misalnya, tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’ untuk imam, makmum, dan yang shalat sendiri, karena hal itu termasuk sunnah
Meletakkan kedua tangan dengan jari-jari terbuka (tidak rapat) pada dua lulut ketika ruku’ juga termasuk sunnah


*** Penjelasan Sunnah-sunnah Shalat

Ketahuilah bahwa sunnah-sunnah shalat itu ada dua macam:
1. Sunnah-sunnah perkataan
2. Sunnah-sunnah perbuatan

Sunnah-sunnah ini tidak wajib dilakukan oleh orang yang shalat, tetapi jika ia melakukan semuanya atau sebagiannya maka ia akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang meninggalkan semuanya atau sebagiannya maka tidak ada dosa baginya, sebagaimana pembicaraan tentang sunnah-sunnah yang lain (selain sunnah shalat)

Namun seharusnya bagi seorang mukmin untuk melakukannya sambil mengingat sabda Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa` Ar-Raasyidiin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian”
(HR. At-Tirmidziy dari Al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu)


Sunnah-sunnah dalam Shalat itu sebagai berikut:

1. Doa Istiftaah

Dinamakan do’a Istiftaah karena shalat dibuka dengannya.
Diantara doa istiftaah:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Artinya :
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan Maha Terpuji, Maha Berkah Nama-Mu, Maha Tinggi Kemuliaan-Mu, dan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Engkau”

Makna Subhaanakallaahumma,
“Saya mensucikan-Mu dengan pensucian yang layak bagi Kemuliaan-Mu, Ya Allah.”

Wabihamdika, ada yang mengatakan maknanya,
“Saya mengumpulkan tasbih dan pujian bagi-Mu.”

Watabaarakasmuka, maknanya,
“Berkah dapat tercapai dengan menyebut-Mu.”

Wata’aalaa jadduka, maknanya,
“Maha Mulia Keagungan-Mu.”

Wa laa ilaaha ghairuka, maknanya,
“Tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) di bumi maupun di langit selain-Mu”


Boleh membaca do’a istiftaah dengan do’a yang mana saja yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Mustahab (termasuk sunnah) jika seorang muslim melakukan doa istiftaah kadang dengan do’a yang ini, kadang dengan do’a yang itu, agar dia tergolong orang yang melakukan sunnah keseluruhannya (dalam masalah ini)


Diantara do’a-do’a istiftaah yang tersebut dalam riwayat adalah

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Artinya :
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dengan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju yang putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun”



2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada saat berdiri sebelum ruku’

Sebagaimana diterangkan dalam hadits Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu,

“Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan yang kanan di atas tangan yang kiri
(HR. Al-Imam Ahmad dan Muslim)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ فِطْرِنَا وَتَأْخِيْرِ سُحُوْرِنَا وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِي الصَّلاَةِ

Artinya :
“Sesungguhnya kami, kalangan para Nabi, telah diperintahkan untuk menyegerakan buka puasa kami, mengakhirkan sahur kami, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri dalam shalat”
(HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Thawus secara mursal)


Dan masih ada lagi selain cara di atas sebagaimana di terangkan dalam berbagai riwayat
Namun dalam hal ini, pendapat yang terpilih dan rajih adalah meletakkan tangan di atas dada (yaitu tepat di dada, bukan di atas dada mendekati leher), atau yang mendekati dada yaitu di sekitar hati, wallaahu a’lam

Asy-Syaikh Al-Albaniy menjelaskan bahwa meletakkan kedua tangan di dada inilah yang shahih di dalam sunnah, adapun selain itu riwayatnya dha’if atau laa ashla lahu (tidak ada asalnya), lihat kitab beliau Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam. (bersambung insya Allah)
Wallaahu A’lam



3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jarinya yang rapat terbuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’ dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga
Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari yang rapat terbuka /tidak terkepal (dan tentunya menghadap ke kiblat)
Juga berdasarkan hadits Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu,

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan setinggi kedua bahunya”
(HR. Abu Dawud)

Dan hadits Malik bin Huwairits,
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga setinggi ujung kedua telinganya”
(Muttafaqun ‘alaih)

Mengangkat kedua tangan adalah isyarat membuka hijab antara seorang hamba dengan Rabbnya, sebagaimana telunjuk mengisyaratkan ke-Esaan Allah ‘azza wa jalla.

Pada Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau berdiri untuk shalat wajib maka beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan beliau setinggi kedua bahunya
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti itu apabila telah selesai dari bacaannya dan hendak ruku’, demikian pula setelah mengangkat kepala dari ruku’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangannya sama sekali ketika duduk di dalam shalat. Apabila telah berdiri selesai melakukan dua sujud (maksudnya adalah dua raka’at), maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir"
(HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy menshahihkannya)



4. Tambahan dari sekali dalam tasbih ruku’ dan sujud

Sesuai hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan tatkala ruku’, Subhaana rabbiyal ‘azhiim, sedangkan tatkala sujud, Subhaana rabbiyal a’laa
(HR. Abu Dawud)

Boleh juga ditambah dengan wabihamdih
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Yang wajib adalah satu kali, sedangkan batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali (bagi imam)
Sebagaimana dikatakan oleh para ‘ulama, “Bagi imam, batas minimal kesempurnaan adalah tiga kali dan maksimalnya sepuluh kali”

Boleh juga do’a yang lain seperti dalam hadits Abu Hurairah, bahwa di dalam sujudnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,

اللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ كُلَّهُ وَدِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ وَسِرَّهُ

Artina :
“Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, serta yang terang-terangan maupun yang tersembunyi”
(HR. Muslim)

Atau memilih do’a yang lain, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh Al-Albaniy.
Jika mau maka boleh berdo’a (dengan bahasa Arab) ketika sujud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Adapun ketika sujud, maka perbanyaklah do’a padanya, sebab sangat pantas dikabulkan bagi kalian (dengan keadaan seperti itu)”
(HR. Muslim)

Ketahuilah bahwa tidak boleh membaca ayat atau surat Al-Qur`an saat ruku’ dan sujud karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya!!
(HR. Muslim)



5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’

Seperti menambahkan,
مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ

Artinya :
“Sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh semua yang Engkau kehendaki selain itu”
(HR. Muslim)


Jika mau maka boleh menambahkan lagi,

أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Artinya :
“Pemilik pujian dan kemuliaan yang paling pantas untuk dikatakan oleh seorang hamba, semua kami hamba-Mu, Ya Allah, tidak ada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, tidak ada pemberi terhadap apa yang Engkau tahan, dan tidak dapat memberi manfaat selain daripada-Mu”
(HR. Muslim, Abu Dawud dan Abu ‘Awanah)


Boleh juga tanpa wawu Rabbanaa lakal hamdu. (Muttafaqun ‘alaih)
Boleh mengucapkan do’a yang lain yang disebutkan dalam berbagai riwayat, lihat Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam.



6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah di antara dua sujud

Yang wajib adalah satu kali sesuai riwayat Hudzaifah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan di antara dua sujud, Rabbighfirlii (Rabbku ampunkanlah aku!)
(HR. An Nasa`iy dan Ibnu Majah)



7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’

Berdasarkan hadits ‘A`isyah, “Jika ruku’, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggikan kepalanya dan tidak pula menurunkannya, akan tetapi di antara itu”
(HR. Muslim)



8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud



9. Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud

Berdasarkan hadits tentang sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merapatkan kedua siku ke lantai. (HR. Al Bukhariy dan Abu Dawud)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua sikunya dari lantai dan menjauhkannya dari dua sisinya sehingga tampak putih ketiaknya dari belakang. (Muttafaqun ‘alaih)



10. Duduk Iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan di antara dua sujud

Berdasarkan hadits riwayat ‘A`isyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan alas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya
(HR. Muslim)

Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata,
“Lalu duduk iftirasy untuk bertasyahhud, meletakkan kedua tangan di atas paha dengan jari-jari tangan kiri dibentangkan dan rapat menghadap Kiblat, sedangkan pada tangan kanannya maka anak jari dan jari manis dikepal, serta jari tengah dilingkarkan dengan ibu jari, lalu bertasyahhud dengan sirr, sementara telunjuk memberi isyarat tauhid”

11. Duduk tawarruk (duduk dengan pantat menyentuh lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at

Abu Humaid As-Sa’idiy berkata,
“Jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk pada raka’at terakhir maka beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan yang lain (kanan) serta duduk dengan pantat menyentuh lantai”
(HR. Al-Bukhariy 2/828)

Dan dalam hadits Rifa’ah bin Rafi’ dijelaskan,
“Lalu jika kamu telah duduk di pertengahan (akan selesainya) shalat maka thuma’ninahlah, rapatkan ke lantai paha kirimu lalu bertasyahhud”
(HR. Abu Dawud no.860)



12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud



13. Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis sallam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal



14. Berdo’a pada tasyahhud akhir

Berdasarkan hadits, “Lalu hendaklah ia memilih do’a yang dia suka.”
Banyak do’a-do’a setelah tasyahhud yang terdapat dalam berbagai riwayat, silahkan meruju’ kitab Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam



15. Menjahrkan (mengeraskan) bacaan pada shalat Fajr, Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan) dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`



16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`

Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “Telah disepakati akan mustahab-nya menjahrkan bacaan pada tempat-tempat jahr dan mensirrkan pada tempat-tempat sirr, serta kaum muslimin tidak berselisih pendapat tentang tempat-tempatnya. Atas dasar perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jelas pada penukilan ‘ulama khalaf dari ‘ulama salaf”



17. Membaca lebih dari Al-Fatihah

Al-Imam Ibnu Qudamah berkata,
“Membaca surat setelah Al-Fatihah adalah disunnahkan pada dua raka’at (awal) dari semua shalat, kita tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini”



*** Sunnah-sunnah yang lain dalam Shalat

Termasuk sunnah, yaitu imam menjahrkan takbirnya dan pada saat mengucapkan tasmii’ (sami’allaahu liman hamidah), sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika imam takbir maka bertakbirlah kalian”

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika imam mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah, maka ucapkanlah: Rabbanaa walakal hamdu”
(Muttafaqun ‘alaih)


Adapun makmum dan orang yang shalat sendiri, maka mereka mensirrkan kedua ucapan tersebut.
Disunnahkan mengucapkan ta’awwudz secara sirr, dengan mengucapkan A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim, atau A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim min hamzihi wanafkhihi wanaftsih (aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk, dari semburannya, kesombongannya dan hembusannya)

Lalu membaca basmalah dengan sirr (pelan), basmalah tidak termasuk Al-Fatihah, tidak pula surat-surat lainnya (kecuali pada surat An-Naml ayat 30, pent), namun basmalah merupakan satu ayat tersendiri yang berada di awal tiap surat kecuali At-Taubah

Disunnahkan menulis basmalah di awal tiap kitab sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Sulaiman dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta hendaklah diucapkan di tiap permulaan suatu pekerjaan, sebab ia dapat mengusir syaithan

Ketika membaca Al-Fatihah disunnahkan untuk berhenti pada tiap ayat sebagaimana cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya, lalu mengucapkan aamiin (Ya Allah, kabulkanlah!) setelah diam sejenak agar diketahui bahwa kata aamiin bukan dari Al-Qur`an
Tidak boleh mengucapkan Rabighfirlii sebelum aamiin, karena tidak ada dalilnya
Imam dan makmum menjahrkan aamiin secara bersamaan pada shalat jahr, setelah itu disunnahkan bagi imam untuk diam sejenak pada shalat jahr berdasarkan hadits Samurah

Disunnahkan membaca satu surat secara utuh setelah Al-Fatihah (dari awal sampai akhir ayat dalam satu surat) walaupun boleh hanya membaca satu ayat, yang menurut Al-Imam Ahmad mustahab (sunnah/disukai) satu ayat tersebut panjang. Adapun di luar shalat, maka membaca basmalah boleh dengan jahr atau sirr

Hendaklah surat yang dibaca pada shalat Fajr (Shubuh), surat yang termasuk dalam Thiwaal Al-Mufashshal (surat-surat panjang dari mufashshal), berdasarkan ucapan Aus, “Saya telah menanyakan kepada para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana kalian membagi Al-Qur`an?” Maka masing-masing mereka berkata, “Tiga bagian, lima, tujuh, sembilan, sebelas dan tiga belas, ditambah satu bagian Al-Mufashshal (yang dimulai dari surat Qaaf hingga An-Naas)”


Kemudian pada shalat Maghrib membaca Qishaar Al-Mufashshal (surat-surat pendek dari mufashshal)
Adapun pada shalat-shalat yang lain, maka membaca Ausath Al-Mufashshal (yang sedang dari mufashshal) jika tidak ada ‘udzur/halangan, namun jika ada halangan maka membaca yang pendek saja

Tidak mengapa bagi wanita membaca dengan jahr pada shalat jahr, selama tidak ada laki-laki ajnabiy (yang bukan mahram) yang mendengarkannya

Adapun orang yang melakukan shalat sunnah di malam hari, maka hendaklah ia memperhatikan maslahat, jika di dekatnya ada orang yang merasa terganggu hendaklah ia sirrkan, adapun jika orang di dekatnya justru memperhatikan bacaannya maka hendaklah ia jahrkan
Tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu ketika shalat malam agar meninggikan sedikit suaranya dan memerintahkan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu agar menurunkan sedikit suaranya

Hendaklah menjahrkan bacaan pada tempat jahr dan mensirrkannya pada tempat sirr, walaupun tetap sah shalatnya kalau ia melakukan kebalikannya, akan tetapi sunnah lebih berhak untuk diikuti. Adapun tertib ayat, maka wajib diperhatikan karena tertib ayat harus berdasarkan nash

Termasuk sunnah, berpaling ke kanan dan kiri saat salam, dan hendaklah berpaling ke kiri lebih dalam hingga pipi terlihat. Imam menjahrkan pada salam pertama saja, adapun selain imam maka hendaklah mensirrkan kedua salam itu

Disunnahkan untuk tidak memanjangkan suara saat memberi salam serta berniat dengannya untuk keluar dari (mengakhiri) shalat dan memberi salam kepada malaikat penjaga dan orang-orang yang hadir

Termasuk sunnah, setelah shalat imam (berbalik) condong ke makmum baik pada sisi kanan atau kirinya, imam tidak lama duduk menghadap Kiblat setelah salam, dan makmum tidak pergi sebelum imam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّيْ إِمَامُكُمْ فَلاَ تَسْبِقُوْنِيْ بِالرُّكُوْعِ وَلاَ بِالسُّجُوْدِ وَلاَ بِالإِنْصِرَافِ

Artinya :
“Sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah mendahuluiku dalam ruku’, sujud dan pergi”


Jika ada jama’ah wanita yang ikut shalat, maka hendaklah jama’ah wanita itu keluar terlebih dahulu, sedangkan jama’ah laki-laki tetap pada tempatnya untuk berdzikir agar tidak berpapasan dengan wanita
Wallaahu A’lam.


Disadur dari Syarh Ad-Duruus Al-Muhimmah li ‘Aammatil Ummah, karya Asy-Syaikh Ibnu Baaz dan Shifatu Shalaatin Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Asy-Syaikh Al-Abaniy.
(Dikutip dari link http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/27.htm danhttp://fdawj.atspace.org/awwb/th3/28.htm, Bulletin Al Wala wal Bara Edisi ke-27 Tahun ke-3 / 03 Juni 2005 M / 25 Rabi’uts Tsani 1426 H dan Edisi ke-28 Tahun ke-3 / 10 Juni 2005 M / 02 Jumadil Ula 1426 H)





***
Referensi :
*