Minggu, 28 April 2013

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu




~*~  APAKAH MENYENTUH WANITA, MEMBATALKAN WUDHU ???  ~*~


Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian orang
Dan kebanyakan kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu

Inilah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri ini karena kebanyakan mereka menganut madzhab Syafi’i yang berpendapat demikian
Lalu manakah yang tepat?
Tentu saja kita mesti mengembalikan hal ini pada pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As-Sunnah



Silang Pendapat
Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ataukah tidak, para ulama ada tiga macam pendapat.

Pendapat pertama:
Menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak
Pendapat ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar

Pendapat kedua:
Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah
Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu ‘Abbas, Thowus, Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Pendapat ketiga:
Menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat
Pendapat ini adalah pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang  masyhur


Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang digunakan untuk masing-masing pendapat.


Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur’an?

Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...”
(QS. Al Ma-idah: 6)

Mereka menafsirkan kalimat “lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan
Landasannya adalah perkataan Ibnu Mas’ud ,

اللَّمْسُ، مَا دُوْنَ الجِمَاعِ.
Al lams (lamastum) bermakna selain jima’
Perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu ‘Umar
Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti menyentuh
Akan tetapi, tafsiran dua ulama sahabat ini bertentangan dengan perkataan sahabat -yang lebih pakar dalam masalah tafsir- yaitu Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-. Beliau mengatakan,

إن”المس” و”اللمس”، و”المباشرة”، الجماع، ولكن الله يكني ما شاء بما شاء

“Namanya al mass, al lams dan al mubasyaroih bermakna jima’ (berhubungan badan)
Akan tetapi Allah menyebutkan sesuai dengan yang ia suka”

Dalam perkataan lainnya disebutkan,

أو لامستم النساء”، قال: هو الجماع.

Makna ayat: lamastumun nisaa’ adalah jima’ (berhubungan badan)


Manakah dua tafsiran di atas yang lebih tepat?
Ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini:
Pertama:
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari
bahwa makna “lamastmun nisaa‘” dalam ayat tersebut adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari kata al lams
Alasannya, terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa  beliau pernah mencium sebagian istrinya, lalu beliau shalat dan tidak berwudhu lagi

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu
Seorang perowi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa
Juga terdapat riwayat Ibrahim At Taimiy, dari ‘Aisyah. Riwayat ini dishahihkan oleh Al Albani


Kedua:
Tafsiran Ibnu ‘Abbas lebih didahulukan dari tafsiran Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar karena beliau lebih pakar dalam hal ini


Ketiga:
Kita pun bisa melihat pada konteks ayat surat Al Maidah ayat 6,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah

Dalam ayat ini disebutkan mengenai thoharoh (bersuci) dengan air dari hadats kecil

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
dan jika kamu junub maka mandilah
Sedangkan ayat ini untuk bersuci dari hadats besar

Lalu setelah itu, Allah menyebut:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
Artinya :
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau lamastumun nisaa’, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah.
Dalam firman Allah: “maka bertayamumlah”. Ini menunjukkan bahwa tayamum adalah pengganti untuk dua thoharoh sekaligus jika tidak memungkinkan menggunakan air

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

“atau kembali dari tempat buang air (kakus)”: ini adalah untuk hadats kecil. Jadi tayamum bisa sebagai pengganti wudhu

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

“ atau lamastumun nisaa’”: ini adalah untuk hadats besar. Jadi tayamum bisa mengganti mandi junub. Sehingga dari sini, lamastumun nisaa’ termasuk hadats besar. Jadi maknanya bukan hanya sekedar mencium atau menyentuh

Catatan:
Memang kata al lams bisa bermakna menyentuh (meraba) dengan tangan sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut,

وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ
Artinya :
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri
(QS. Al An’am: 7)


Begitu pula dapat dilihat dalam hadits,
وَالْيَدُ زِنَاهَا اللَّمْسُ
Zinanya tangan adalah dengan meraba.
Namun sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari, makna “lamastmun nisaa‘” dalam ayat tersebut adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari kata al lams


Dalil Lain Bahwa Menyentuh Wanita Tidak Membatalkan Wudhu
Hadits ‘Aisyah, ia berkata,

كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Artinya :
Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika bediri, beliau membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan"

Sudah diketahui bahwa para sahabat pasti selalu menyentuh isti-istrinya
Namun tidak diketahui kalau ada satu perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berwudhu dan tidak ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa ketika itu para sahabat berwudhu
Padahal seperti ini sudah sering terjadi ketika itu. Bahkan yang diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya dann tanpa berwudhu lagi
Walaupun memang hadits ini diperselisihkan oleh para ulama mengenai keshahihannya
Namun tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau berwudhu karena sebab bersentuhan dengan wanita
Inilah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang kami sarikan-

Sedangkan perkataan ulama yang menyatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat saja yang membatalkan wudhu, maka ini adalah pendapat yang tidak berdalil
Namun jika sekedar menganjurkan untuk berwudhu sebagaimana orang yang marah dianjurkan untuk berwudhu, maka ini baik
Akan tetapi, hal ini bukanlah wajib
Wallahu Ta’ala a’lam


Perhatian: Hukum Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahrom
Jika sudah jelas penjelasan menyentuh wanita di atas berkaitan dengan masalah wudhu
Lalu bagaimana dengan hukum menyentuh wanita yang bukan mahrom, berdosa ataukah tidak?
Ada hadits yang bisa kita perhatikan, yaitu dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Artinya :
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak
Zina kedua mata adalah dengan melihat
Zina kedua telinga dengan mendengar
Zina lisan adalah dengan berbicara
Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh)
Zina kaki adalah dengan melangkah
Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan
Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian

Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom dan di sini disebut dengan zina sehingga ini menunjukkan haramnya. Karena ada kaedah:
“Apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”

Semoga kita bisa memperhatikan hal ini.


Kesimpulan:
Menyentuh wanita tidak membatalkan menurut pendapat yang lebih kuat
Namun jika menyentuh wanita bukan mahrom, ada konsekuensi berdosa berdasarkan penjelasan terakhir di atas
Wallahu a’lam.


Semoga yang singkat ini bermanfaat




***
Referensi :
Senin, 05 April 2010
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/apakah-menyentuh-wanita-membatalkan-wudhu.html
*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar